Campusnesia.co.id - Jutaan rakyat Indonesia terjerat utang riba dari pinjaman online (pinjol) dalam jumlah besar. Mengutip laman itb-ad.ac.id (04/08/2023) Pada bulan April 2023, warga DKI Jakarta terjerat pinjol sebesar Rp 10,35 triliun. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat total utang warga lewat pinjaman online se-Indonesia pada Mei 2023 mencapai Rp 51,46 triliun.
Data di atas sudah cukup menjelaskan betapa
banyaknya masyarakatt yang terjerat utang yang disebabkan berbagai faktor
ekonomi. Dalam kondisi kepepet menapa masyarakat lebih suka meminjam ke pinjaman
online baik legal maupun ilegal padahal ada lembaga keuangan formal yang
cenderung lebih aman dan bunga rendah?
Jawabannya keterbatasan akses dan betapa rumitnya
persyaratan mengajukan pinjaman ke lembaga keuangan konvensional seperti bank
baik swasta maupun BUMN. Bayangkan seseorang hanya butuh seratus dua ratus ribu
namun saat datang ke bank ditawarkan minimal harus meminjam satu juta rupiah,
harus menjaminkan surat berharga dan kalaupun tidak ada jaminan harus sudah
punya rekening bank bersangkutan.
Keribetan dalam hal administrasi dan plafond yang
besar membuat masyarakat lebih memilih pinjol yang hanya bermodal nomor
handphone, foto KTP dan KK uang langsung cair. Walaupun di belakangnya bahaya
mengancam, bunga dan denda yang besar, resiko kebocoran dan penyalahgunaan data
pribadi, mengganggu kenyamanan saudara dan teman karena jika telat membayar
bakal diteror oleh debt collector.
Akhir-akhir ini bahkan ada yang lebih gila lagi
dengan kemunculan PinPri atau Pinjaman Pribadi, sama dengan konsep rentenir
yaitu pinjaman yang dilakukan oleh perorangan dilatawarkan lewat sosial media
seperti Twitter/X namun bunganya tidak manusiawi antara 35-60% dengan jangka
waktu harian hingga mingguan serta denda yang tidak masuk akal seperti Rp
50.000 per jam jika telat. Belum lagi ancaman penyebaran data pribadi oleh
pelaku PinPri di sosial media seperti yang beberapa waktu lalu ramai di
platform Twitter. Ironisnya ternyata para pelaku PinPri ini adalah remaja dan
anak muda.
Belum cukup malapetaka yang disebabkan oleh pinjol
dan Pinpri belakangan juga marak kasus judi slot, judi online yang dimainkan
dengan handphone dengan aneka jenis permainan membuat orang ketagihan berharap
bisa menang.
Kabar buruknya mereka yang terjebak judi slot ini
kebanyakan dari masyarakat kalangan bawah, gaji tidak seberapa berharap dapat
jackpot namun malah buntung. Selain mustahil dapat menang dan untung besar
bermain judi online apapun nama dan sebutannya juga beresiko berhadapan dengan
penegakan hukum sebagaimana kita tahu judi dilarang oleh hukum yang berlaku di
Indonesia.
Pinjol dan judi online ini bak lingkaran setan,
orang terjebak pinjol menggunakan uangnya untuk bermain judi berharap menang
dan dapat melunasi, atau pinjam uang untuk bermain judi dengan dalih mencari
modal dan demikian seterusnya hingga merusak kesehatan mental dan jiwa, sudah
terlalu banyak berita tentang dampak buruk pinjol dan judol tak segan membuat
yang bersangkutan berfikir tak lagi rasional, nekat melawan hukum hingga
menyakiti diri sendiri.
Di tengah semua hiruk pikuk di atas, ada institusi
yang mestinya bisa berperan mulai dari hulu masalah sebagai pencegahan hingga
solusi penyelesaian yaitu lembaga sosial dan lembaga amil zakat.
Di Indonesia sebagai negara dengan mayoritas
beragama islam, seiring bertambahnya jumlah kalangan masyarakat menengah atas
serta kesadaran akan kepedulian kepada sesama membuat tumbuh subur berbagai
lembaga sosial dan lembaga amil zakat, bahkan sejak era kemunculan tren startup
banyak yang lahir sebagai apa yang disebut situs crowdfunding.
Lembaga-lembaga ini selain mengumpulkan juga wajib
menyalurkan, negara sudah mengatur siapa saja yang berhak dan boleh mendapat
bantuan demikian juga dalam agama islam jelas diatur ada delapan golonganmasyarakat yang berhak mendapat bantuan dari dana zakat.
Kedelapan Golongan tersebut yaitu; Fakir, Miskin, Ghorim,
Riqab, Mualaf, Fisabilillah, Ibnu Sabil, Amil Zakat. Saya akan coba fokus pada
tiga golongan terkait tema bahasan kita, pertama yaitu Fakir orang yang tidak
memiliki pekerjaan dan harta kekayaan serta Miskin yaitu mereka yang sudah
memiliki pekerjaan namun hasilnya belum cukup untuk memenuhi kebutuhan. Dua
golongan ini sebelum berfikir untuk meminjam pada pinjol atau melakukan judol
mestinya bisa dibantu oleh lembaga zakat, idealnya diberikan bantuan cuma-cuma
tapi kalau tidak bisa setidaknya ada program pinjaman tanpa bunga sebagaimana
seharusnya peran Baitul Maal Watamwil.
Khusus Ghorim juga relevan dengan kondisi sekarang,
ketika sudah terlanjur terjerat Pinjol perlu dikaji sebaiknya lembaga amil
zakat dan sosial bisa membantu melunasi dan membebaskan walau di banyak
keterangan mestinya pinjaman yang boleh dibantu dengan dana zakat adalah
pinjaman produktif, tapi kondisi dan tantangan zaman yang berbeda apakah tidak
bisa jadi pertimbangan dalam memberi bantuan?
Sejauh ini, setidaknya yang penulis ketahui, belum
banyak peran penyelesaian yang dilakukan oleh lembaga sosial dan amil zakat
dalam konteks masalah Pinjol dan Judol baik secara preventif dengan program
maupun mitigasi penyelesaian membantu mengtentaskan yang sudah terjerat dan
terjebak.
Lewat tulisan ini semoga bisa jadi pengingat bagi
kita semua untuk berusaha menjauhi pinjol dan judol menimbang mudharat dan
bahayanya, serta jadi perhatian lembaga sosial, crowdfunding dan lembaga amil
zakat untuk turut serta dalam mengatasi penyakit akibat keterbatasan ekonomi yang
ada di masyarakat.