Selamatkan UMKM yang Terdampak Pandemi, Unissula Gelar Pelatihan Marketing Digital E-Commerce
Campusnesia.co.id -- Purbalingga (31/8). Semenjak Indonesia dilanda pandemi Covid-19, para pelaku UMKM mengeluh omzet penjualan mereka menurun drastis. Keluhan ini terutama dikeluhkan oleh para pelaku UMKM Biyunge yang ada di Desa Wisata Panusupan, Kecamatan Rembang, Kabupaten Purbalingga.
Sebagai pelaku UMKM di Desa Wisata mereka sangat mengandalkan penjualan produknya melalui wisatawan yang berkunjung. Namun, semenjak pandemi dan kebijakan penutupan tempat pariwisata hampir tidak ada wisatawan yang datang ke Desa Wisata Panusupan untuk membeli produk-produk UMKM Biyunge.
Pandemi Covid-19 memang sangat dirasakan dampaknya dan menjadi tantangan tersendiri bagi UMKM Biyunge agar tetap bertahan. Walaupun dengan kondisi sangat sulit, UMKM diharapkan dapat tetap produktif dan mampu memasarkan produknya sehingga UMKM ini mampu menjadi kekuatan penyangga ekonomi nasional dan sebagai tulang punggung dalam menggerakkan ekonomi di negara kita secara dinamis.
“Dulu sebelum pandemi produk-produk kami pasarkan langsung di toko, ada juga yang di rumah. Mayoritas pembelinya adalah para wisatawan yang berkunjung sebagai oleh-oleh khas Desa Wisata Panusupan.
Namun, semenjak pandemi hampir tidak ada wisatawan berkunjung yang membeli produk kami sehingga kami pun tidak punya pendapatan” keluh Bu Tumiarti, salah satu pelaku UMKM Biyunge di Desa Wisata Panusupan.
Melihat kondisi tersebut, Unissula melalui Tim Pelaksana Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) yang diketuai oleh Meilan Arsanti, M. Pd. menggelar “Pelatihan Pembuatan Iklan pada Media Digital E-Commerce sebagai Strategi Marketing para Pelaku UMKM Biyunge di Desa Panusupan, Kecamatan Rembang, Kabupaten Purbalingga.”
Pelatihan tersebut dilaksanakan hampir satu pekan secara daring dan luring mengingat kondis masih pandemi dan masih diberlakukannya kebijakan PPKM.
Dalam PKM tersebut, para peserta dilatih untuk dapat membuat iklan aneka produk UMKM Biyunge dan memasarkannya di media digital e-commerce sepeti whatsapp, instagram, facebook, tiktok, dan lain-lain. Perangkat yang digunakan peserta hanya menggunakan gawai yang support (memiliki kamera, aplikasi editing foto, dan jaringan internet).
Produk UMKM Biyunge yang dipasarkan seperti keripik pisang, pisang sale, manisan salak, nugget kulit pisang, bolu talas, rengginang ketan, rengginang singkong, gula jawa, minyak VCO, serundeng, jajan pasar, dan aneka olahan singkong seperti ciwel, ondol, pipis, dan lain-lain.
Semua produk tersebut merupakan khas Desa Wisata Panusupan yang banyak diburu oleh wisatawan yang berkunjung sebagai oleh-oleh. Setelah peserta memiliki keterampilan membuat iklan dan mengunggahnya di media digital e-commerce selanjutnya peserta dilatih untuk melakukan transaksi penjualan dengan pembeli secara online.
Dengan demikian, para pelaku UMKM memiliki keterampilan membuat iklan, memasarkan produk di media digital e-commerce, dan melakukan transaksi penjualan secara online.
Saat ini para pelaku UMKM hanya memproduksi sesuai dengan pesanan yang diterima misal dari tetangga. Hal tersebut karena aneka produk UMKM Biyunge belum dipasarkan secara digital melalui situs-situs penjualan digital e-commerce.
Selama ini produk UMKM Biyunge hanya dipasarkan kepada wisatawan dan dari mulut ke mulut, sehingga jangkauan penjualannya masih sangat terbatas.
“Melalui kegiatan PKM ini diharapkan para pelaku UMKM Biyunge dapat memiliki keahlian membuat iklan dan memasarkan produknya secara lebih luas melalui media digital e-commerce sepeti whatsapp, instagram, facebook, tiktok, dll. sebagai strategi marketing produk. Dengan jangkauan pemasaran yang lebih luas diharapkan UMKM Biyunge kembali produktif dan tetap bertahan selama pandemi Covid-19,” jelas Ketua Tim PKM Unissula, Meilan Arsanti.
Implementasi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia
Campusnesia.co.id -- Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah mencanangkan grand design tentang penerapan pendidikan karakter bagi semua tingkat pendidikan, mulai sekolah dasar sampai dengan Perguruan Tinggi. Pendidikan karakter dilakukan untuk melahirkan generasi emas bangsa Indonesia yang cerdas akal sekaligus cerdas secara moral.
Pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam semua mata pelajaran termasuk Bahasa Indonesia. Pembelajaran Bahasa Indonesia memiliki peran penting dalam memberikan pendidikan karakter bagi siswa.
Pelaksanaan pendidikan karakter dalam pembelajaran Bahasa Indonesia memerlukan pemahaman guru sebagai pelaksana kurikulum dan fasilitator bagi siswa. Pendidikan karakter dilakukan melalui kegiatan pembelajaran di sekolah sehingga siswa tidak hanya memiliki kompetensi yang baik, melainkan juga memiliki budi pekerti yang terpuji. Pendidikan karakter dalam pembelajaran Bahasa Indonesia meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran.
Pada bagian perencanaan guru menyiapkan dengan baik melalui RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran). Nilai karakter apa saja yang akan ditanamkan harus ditulis detail sesuai dengan kegiatan pembelajaran (awal, inti, penutup) yang dilakukan. Misal nilai karakter religius dilakukan pada saat pembukaan pembelajaran dengan mengucap salam. Selain itu, guru juga dapat menyisipkan nilai karakter pada saat pengondisian siswa agar siap mengikuti pembelajaran misal dengan berdoa.
Nilai karakter nasionalisme dapat dilakukan dengan menyanyikan bersama lagu-lagu nasional misal Padamu Negeri sebelum pelajaran dimulai. Nilai karakter peduli dengan sesama juga bisa disisipkan pada saat pengondisian kelas misalnya pada saat guru bertanya ada siswa yang tidak masuk kelas atau tidak.
Misal ada siswa yang tidak masuk sekolah karena sakit maka siswa diajak untuk menjenguk temannya yang sedang sakit tersebut. Guru juga dapat memberi penguatan siswa tentang keutamaan menjenguk orang sakit.
Pada video pembelajaran Bahasa Indonesia SMPN 2 BANJIT yang memperoleh juara 2, guru sudah menyisipkan nilai-nilai pendidikan karakter pada setiap kegiatan pembelajaran mulai dari awal sampai dengan akhir.
Video pembelajaran tersebut adalah contoh pembelajaran Bahasa Indonesia dengan mengimplementasikan nilai-nilai pendidikan karakter yang diunggah di channel YouTube pada laman https://www.youtube.com/watch?v=ORTh-yz4j0U.
Pada saat siswa sampai di halaman sekolah sudah disambut oleh guru dan siswa segera mencium tangan guru tersebut. Sambil berjalan menuju kelas siswa mengambil sampah yang berserakan lalu dimasukkan ke tempat sampah.
Sampai di depan ruang kelas siswa tidak langsung memasuki kelas, tetapi berbaris dengan rapi terlebih dahulu dipimpin oleh ketua kelas. Guru pun segera datang mendampingi siswa yang sedang berbaris. Setelah rapi satu per satu siswa memasuki ruang kelas dan mencium tangan gurunya yang sudah menunggu di depan pintu kelas.
Setelah semua siswa memasuki kelas guru mengucapkan salam dan dijawab dengan semangat oleh siswa. Selanjutnya guru mengajak siswa untuk melakukan “Operasi Adiwiyata” untuk membersihkan sampah yang ada di kelas dan membuangnya ke tempat sampah.
Kegiatan mencium tangan guru, berbaris, membuang sampah, mengucapkan dan menjawab salam adalah bagian dari pendidikan karakter yang dilakukan sebelum pembelajaran dimulai.
Hal tersebut didasari dari Imam Darul Hijrah, Imam Malik rahimahullah yang pernah berkata pada seorang pemuda Quraisy, “Pelajarilah adab sebelum mempelajari suatu ilmu.” Mengapa para ulama berpesan untuk mendahulukan mempelajari adab? Sebagaimana Yusuf bin Al Husain berkata, “Dengan mempelajari adab, maka engkau jadi mudah memahami ilmu.”
Pembelajaran yang dipraktikkan pada video tersebut adalah menyimpulkan struktur teks laporan percobaan. Sebelum pelajaran dimulai guru mengajak siswa untuk berdoa yang dipimpin oleh ketua kelas.
Mengawali pelajaran dengan doa merupakan implikasi karakter religius. Setelah berdoa guru menyiapkan secara psikis dan fisik untuk mengikuti pelajaran. Guru juga mengajak siswanya untuk mencintai bahasa Indonesia dengan mengucap Salam Bahasa Indonesia yang berbunyi “Kami cinta bahasa Indonesia”, ”Kami bangga berbahasa Indonesia”, “Bahasa Indonesia wahana pemersatu bangsa.”
Agar lebih menguatkan lagi kecintaan siswa kepada bahasa Indonesia guru mengajak siswa untuk menyanyikan lagu nasional berjudul Satu Nusa Satu Bangsa. Dengan mengucapkan Salam Bahasa Indonesia dan menyanyikan lagu nasional siswa sedang dipupuk untuk cinta tanah air Indonesia.
Tahap selanjutnya guru mempresensi siswa untuk mengetahui siswa yang tidak hadir pada hari itu. Guru bertanya kepada siswa, “Siapa yang tidak masuk hari ini?” selain untuk mengisi data presenssi juga agar siswa peduli kepada teman apalagi jika ada teman yang tidak masuk karena sakit. Guru mengajak siswa untuk mendoakan temannya yang sedang sakit agar cepat sembuh dan bisa belajar di sekolah lagi. Bila perlu siswa diajak untuk menjenguk teman yang sedang sakit tersebut.
Untuk menanamkan karakter gemar membaca, sebelum kegiatan belajar dimulai siswa diminta untuk berliterasi dengan membaca buku apa saja yang mereka sukai selama 15 menit. Kegiatan berliterasi ini dilakukan setiap hari pada jam pelajaran pertama.
Setelah kegiatan berliterasi guru melakukan apersepsi untuk mengingatkan lagi kegiatan belajar yang sudah dilakukan dan mengaitkannya dengan pelajaran yang akan dilakukan. Pada kegiatan apersepsi siswa diberi pertanyaan pancingan agar aktif menyampaikan pendapatnya.
Pada tahap ini nilai karakter yang ditanamkan adalah aktif dan percaya diri. Siswa diberi pujian jika menjawab pertanyaan dengan benar dan diberi motivasi kembali jika belum bisa menjawab pertanyaan dengan benar.
Sebaiknya guru tidak memberikan kata yang dapat mematahkan mental siswa jika memang belum bisa menjawab pertanyaan atau belum bisa mengikuti pelajaran dengan baik. Justru siswa diberi motivasi agar lebih percaya diri sehingga dapat mengikuti pelajaran dengan baik seperti teman-temannya.
Pada bagian pelaksanaan guru sudah mendesain kegiatan apa saja yang akan dilakukan pada saat pembelajaran. Misalnya siswa membentuk kelompok untuk mendiskusikan tugas yang diberikan guru pada saat pelajaran maka nilai karakter yang dapat diajarkan di antaranya adalah kerja sama, tanggung jawab, percaya diri, bekerja keras, saling menghormati, mandiri, jiwa kompetitif, dan lain-lain.
Pada saat siswa membentuk kelompok sendiri siswa sedang dilatih untuk mandiri. Pada saat siswa berdiskusi dengan kelompoknya siswa sedang dilatih untuk dapat bekerja sama sesuai dengan tanggung jawab masing-masing. Setelah sesuai mendiskusikan tugas yang diberikan guru, siswa mempresentasikan hasil pekerjaan di depan kelas maka siswa dilatih untuk bertanggung jawab, percaya diri, saling menghargai, dan memiliki jiwa kompetitif. Siswa harus bekerja keras agar menjadi yang terbaik dari kelompok lainnya.
Pada bagian penutup nilai pendidikan karakter yang bisa diajarkan guru misalnya kreatif, gemar membaca, disiplin, tanggung jawab, dan lain-lain. Nilai-nilai karakter tersebut harus secara intens ditanamkan pada siswa dalam setiap kegiatan pembelajaran agar siswa terbiasa.
Jika siswa sudah terbiasa harapannya nilai-nilai karakter tersebut tertanam benar pada jiwa siswa dan dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Artinya siswa tidak hanya mengaplikasikan di sekolah saja karena dalam pengawasan guru.
Implikasi nilai-nilai pendidikan karakter dapat dilakukan disetiap kegiatan pembelajaran dari sebelum sampai dengan sesudah pembelajaran. Guru adalah teladan bagi siswa-siswanya maka hendaknya guru memberikan contoh yang baik sesuai dengan nilai-nilai pendidikan karakter yang ditanamkan.
Dengan demikian, pendidikan karakter yang dilakukan sesuai dengan konsep Ki Hajar Dewantara “Ing Ngarso Sun Tulodho”, yang berarti di depan (pimpinan) harus memberi teladan, “Ing Madyo Mangun Karso”, yang bermakna di tengah memberi bimbingan, dan “Tut Wuri Handayani”, yang mengandung arti di belakang memberi dorongan.
Penulis:
Meilan Arsanti
(Dosen PBSI, FKIP, Unissula dan Mahasiswa S-3 IPB, Pascsarjana Unnes)
Prodi PBSI Unissula Gelar Webinar Model Pembelajaran Inovatif selama Pandemi
Narasumber handal diudang secara khusus oleh panitia penyelenggara untuk memaparkan model-model pembelajaran inovatif yang digunakan di sekolah. Dr. Endang Siwi Ekoati, M. Pd., Kepala SMP N Dawe Kudus memaparkan dengan jelas model-model pembelajaran yang digunakan di tingkat SMP, sedangkan Ardan Sirodjuddin, S.Pd., M.Pd., Kepala SMK N 1 Tuntang memaparkan model pembelajaran di tingkat SMK.
Menurut kedua narasumber, selain secara daring dengan berbagai maccam aplikasi pembelajaran model pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran pada masa pandemi misalnya secara luring dan home visit.
Baru-baru ini model pembelajaran yang lebih menarik digunakan adalah Blended Learning, yaitu penggabungan antara pembelajaran tatap muka dengan pembelajaran dalam jaringan (daring), baik dari cara penyampaian hingga gaya pembelajaran, sehingga kombinasi pengajaran yang tercipta tetap menekankan interaksi sosial, tapi tidak meninggalkan aspek teknologi.
“Tidak ada model pembelajaran yang benar-benar jitu seratus persen efektif pada pembelajaran dimasa pandemi, yang terpenting adalah siswa senang dan antusias mengikuti pembelajaran” tutur Endang Siwi Ekoati pada saat sesi diskusi.
Pernyataan tersebut disetujui oleh Ardan Sirodjuddin. Menurutnya guru harus kreatif dan inovatif dalam memilih dan menentukan model pembelajaran. Guru yang lebih tahu mana model pembelajaran yang tepat dan cocok dengan situasi dan kondisi siswanya.
Sebagai calon guru mata pelajaran Bahasa Indonesia, mahasiswa Prodi PBSI sangat antusias mengikuti webinar tersebut.
“Tindak lanjut Webinar KKL Virtual tersebut akan dilakukan MoU untuk memperluas kerja sama dengan sekolah baik SMP maupun SMK,” pernyataan penutup dari Kaprodi PBSI, FKIP, Unissula. Dr. Evi Chamalah, M. Pd.
Penulis:
Mewujudkan Bangsa yang Cerdas dengan Pendidikan yang Berkualitas
Banyak masyarakat Indonesia yang belum bisa menikmati pendidikan dengan layak terutama bagi masyarakat kelas menengah ke bawah. Mahalnya biaya pendidikan menjadi masalah klasik di dunia pendidikan kita, padahal pendidikan merupakan faktor utama untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai dengan tujuan negara kita.
Dalam Pembukaan UUD 1945 disebutkan bahwa salah satu tujuan negara kita adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, maka sesungguhnya seluruh masyarakat Indonesia memiliki hak yang sama untuk memperoleh pendidikan.
Hal tersebut berarti bahwa Pemerintah harus menyelenggarakan dan memfasilitasi seluruh rakyat Indonesia agar dapat memperoleh pendidikan yang layak. Bagaimana mungkin bangsa akan cerdas jika masyarakyatnya saja belum mendapat akses pendidikan yang layak dan berkualitas. Oleh karena itu, Pemerintah harus mengusahakan dengan sebaik-baiknya agar pendidikan dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat Indonesia.
Pandemi yang melanda Indonesia selain berdampak pada sistem pembelajaran yang harus dilaksanakan dengan daring juga berdampak pada cukup tingginya angka putus sekolah.
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti menyebut, jumlah anak putus sekolah cukup tinggi selama pandemi Covid-19 terutama menimpa anak-anak yang berasal dari keluarga miskin.
Hal itu disampaikan Retno berdasarkan hasil pemantauan KPAI di berbagai daerah (Kompas.com). Anak yang putus sekolah tentu menjadi bukti nyata bahwa masyarakat Indonesia belum semua dapat menikmati pendidikan yang layak.
Dana BOS yang diberikan Pemerintah dari 20% APBN sejak tahun 2005 mulai dari tingkat SD sampai SMA tidak serta merta menyelesaikan masalah putus sekolah. Dana BOS tersebut dialokasikan untuk pembiayaan dana operasional non personalia demi mendukung program wajib belajar.
Dengan kata lain, dana BOS tidak sepenuhnya dialokasikan untuk membiayai siswa yang kurang mampu karena dialokasikan juga untuk pengadaan dan pemeliharaan gedung, dan belanja kebutuhan sekolah serta untuk kegiatan sekolah.
Selain masalah cukup tingginya angka putus sekolah, banyak juga dijumpai masalah gedung sekolah yang roboh karena belum juga mendapat dana renovasi. Gedung sekolah yang roboh di daerah perkotaan maupun pinggiran mungkin jarang terjadi, tetapi kerap terjadi di sekolah-sekolah di daerah terpencil atau 3T.
Masalah selanjutnya adalah nasib guru honorer yang terlunta-lunta. Miris sekali jika mendengar kisah guru honorer yang hanya mendapat gaji Rp 300.000,00 itu pun belum setiap bulan dibayarkan karena harus menyesuaikan dengan kondisi keuangan sekolah.
Nasib guru honorer hendaknya mendapat perhatian khusus dari Pemerintah karena guru adalah ujung tombak pelaksana pendidikan kita. Jika guru masih disibukkan mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan, maka bagaimana guru tersebut akan fokus mendidik siswa-siswanya.
Adalah tantangan pendidikan di Indonesia untuk menghadapi cukup tingginya angka anak putus sekolah selama pandemi, banyaknya gedung sekolah yang roboh, dan nasib guru honorer yang terlunta-lunta.
Tantangan tersebut menjadi bukti bahwa 20% APBN untuk biaya pendidikan dari Pemerintah belum mampu menyelesaikan semua persoalan biaya pendidikan di Indonesia. Sejatinya pendidikan merupakan faktor kebutuhan yang paling utama dalam kehidupan.
Dengan pendidikan, masyarakat akan cerdas sesuai dengan tujuan negara yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh karena itu, Pemerintah harus dapat mengalokasikan dana pendidikan secara tepat dan efektif dengan sistem transparasi agar pendidikan di Indonesia dapat dinikmati dengan baik oleh seluruh lapisan masyarakat.
Menjadi Kartini Tangguh pada Masa Pandemi
Pandemi yang melanda ibu pertiwi menambah peran dari seorang wanita baik yang menjadi ibu rumah tangga maupun menjadi wanita pekerja. Seorang wanita yang menjadi ibu rumah tangga meskipun lebih banyak beraktivitas di rumah tetap harus menjaga kesehatan keluarganya. Bahkan tugasnya semakin banyak untuk menjaga kesehatan suami dan anak-anaknya agar tidak tertular virus Covid-19.
Selain menjalankan peran dan tugasnya seorang ibu kerap berjuang dan berkorban demi keluarganya. Seorang ibu yang menjadi wanita pekerja tidak lain untuk berjuang membantu ekonomi keluarganya. Begitupun wanita yang menjadi ibu rumah tangga yang rela mengorbankan keegoisannya demi keluarga.
(Dosen Prodi PBSI, FKIP, Unissula)
5 Tantangan Program Digitalisasi Sekolah Kemendikbud
Media kerap menyoroti kisah-kisah seputar kondisi guru, siswa, hingga kondisi sekolah. Bahkan banyak pula yang menyoroti akses menuju ke sekolah terutama pada saat memperingati Hari Pendidikan Nasional. Seperti yang dikisahkan Ismi Nindya Prihatiningtyas, S.Pd.Gr. guru mata pelajaran Bahasa Indonesia di SMP N Matpunu, Desa Taneotob, Kec. Nunbena, Kab. Timor Tengah Selatan.
1. Akses Menuju ke Sekolah: Jalan dan Jembatan
Kisah Bu Tyas tersebut banyak dialami oleh guru-guru khususnya yang mengajar di daerah terpencil yang fasilitas sarana dan prasarana sekolah termasuk akses menuju ke sekolah belum tersentuh pemerintah.
2. Banyak Gedung Sekolah yang Tidak Sesuai Spesifikasi
Selama ini sarana dan prasarana sekolah kerap menjadi sorotan terutama jika terdapat kasus. Beberapa waktu lalu dijumpai kasus gedung sekolah yang ambruk baik karena faktor usia, bencana, maupun dar faktor pengelolaannya.
3. Ketersediaan Buku-Buku Pelajaran di Sekolah
Selain masalah gedung sekolah yang ambruk, banyak juga sekolah yang masih kekurangan buku-buku pelajaran khususnya sekolah di darah pedalaman. Padahal buku-buku pelajaran tersebut sebagai sumber belajar siswa.
4. Jaringan Internet dan Perangkatnya
Masalah lain yang harus mendapat perhatian pemerintah sebelum melaksanakan program digitalisasi sekolah adalah ketersediaan jaringan internet dan perangkatnya. Jika sekolah di daerah perkotaan tentu saja hampir tidak ada yang bermasalah dengan hal tersebut.
5. Peningkatan SDM Guru
Terakhir, masalah yang juga harus mendapat perhatian dari pemerintah adalah SDM guru sekolah. Hal tersebut karena tidak semua guru memiliki keahlian IT yang bagus terutama guru-guru yang sudah senior.
Beberapa masalah yang telah diuraikan terkait sarana dan prasarana sekolah tersebut sebaiknya diselesaikan duhulu oleh Pemerintah karena saling berkaitan. Progam Digitalisasai Sekolah akan kurang maksmial jika terkendala oleh masalah-masalah tersebut.
Penulis:
Meilan Arsanti
(Dosen PBSI, FKIP, Unissula/Mahasiswa IPB S-3 Pascasarjana Unnes)
Zonasi Guru: Mutlak Perlu
Campusnesia.co.id -- Selain PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) sistem zonasi dan rotasi guru telah digemingkan Kemendikbud sejak tahun 2019 lalu. Sistem zonasi dan rotasi guru tersebut bahkan hingga berdasarkan tingkat kecamatan. Menurut Muhadjir Effendy yang kala itu menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, sistem zonasi dan rotasi dilakukan pemerintah untuk pemerataan kualitas pendidikan.
Berdasarkan Data Pokok Pendidikan, terdapat 3.168.293 guru yang saat ini mengajar di 434.483 sekolah, sedangkan jumlah siswa mencapai 52.539.935 orang. Jika angka tersebut dirata-rata, maka satu guru dapat mengajar 16 sampai 17 siswa.
Ini merupakan data yang cukup ideal karena rata-rata jumlah guru sudah sebanding dengan jumlah siswa. Sayangnya, distribusi guru yang ada di lapangan tidak merata sehingga ada sekolah yang kelebihan guru PNS, tetapi banyak sekolah hanya memiliki satu guru PNS terutama di sekolah-sekolah di daerah 3T (Tertinggal, Terdalam, Terluar).
Masalah ini terjadi di SMK Negeri 7 Ende Moni, Kelimutu, di Nusa Tenggara Timur, di mana seluruh guru atau pendidiknya masih berstatus guru honorer, kecuali kepala sekolah. Bahkan SMA Negeri 1 Tabukan Utara, Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara terpaksa mempekerjakan guru yang berijazah lulusan SMA (CNN Indonesia.com).
Tentu hal ini menjadi kurang ideal karena guru tersebut tidak sesuai kualifikasi. Oleh karena itu, harus ada pemerataan guru di sekolah baik swasta maupun negeri demi pemerataan kualitas pendidikan dengan sistem zonasi dan rotasi guru.
Sistem zonasi dan rotasi guru dilakukan sesuai dengan peraturan Kemendikbud dengan berdasarkan status kepegawaian, yaitu guru dengan status PNS dan bersertifikat, kemudian PNS belum bersertifikat, dan juga guru honorer tidak tetap atau belum bersertifikat.
Selain berdasarkan status tersebut ada beberapa hal pula yang harus menjadi pertimbangan dalam melakukan zonasi guru. Melihat kondisi di lapangan maka sebaiknya zonasi guru juga dilakukan berdasarkan masa kerja, golongan, dan domisili atau tempat tinggal.
Hal tersebut karena di lapangan banyak sekali kasus guru yang harus menempuh jarak berpuluh-puluh kilometer menuju ke sekolah selama puluhan tahun. Bahkan banyak pula guru yang tinggal di luar kota sehingga harus mencari tempat tinggal yang dekat dengan sekolah agar ketika berangkat tidak terlambat.
Ada pula guru yang harus berjauhan hingga berbulan-bulan dengan keluarga karena harus mengajar di sekolah yang jauh dari domisili atau tempat tinggalnya. Keadaan tersebut menjadikan guru kurang fokus dalam mengajar sehingga berdampak pada kualitas dan kinerjanya. Belum lagi dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk biaya perjalanan dan tempat tinggalnya yang dekat dengan sekolah.
Guru dengan kondisi tersebut telah banyak yang mengajukan mutasi atau pindah tempat kerja agar bisa lebih dekat dengan rumah untuk meningkatkan kinerjanya. Akan tetapi, kebijakan yang dilakukan oleh Kemendikbud terkadang berbenturan dengan sistem birokrasi di pemerintah daerah. Akhirnya banyak guru yang tidak bisa mutasi karena terbentur dengan persyaratan administratif.
Terkait zonasi dan rotasi guru tersebut, Dr. Supriono, M. Ed., Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, Kemendikbud mengatakan bahwa untuk meningkatkan kualitas guru sebagai garda terdepan proses pendidikan di sekolah dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu MGMP, zonasi dan rotasi guru, pengawas, sertifikat, dan guru berkeahlian ganda.
Zonasi dan rotasi guru menjadi salah satu cara yang dapat dilakukan untuk pemerataan dan peningkatkan kualitas guru. Oleh karena itu, sistem zonasi dan rotasi guru mutlak perlu dilakukan peningkatan kualitas pendidikan melalui pemerataan jumlah guru di sekolah sehingga sebaiknya pemerintah dapat memberikan kebijakan mutasi kerja dengan kasus-kasus tertentu.
Rombak Kurikulum untuk Ciptakan SDM Unggul dan Berkarakter
Prodi PBSI UNISSULA Gelar Workshop Kurikulum MBKM
Campusnesia.co.id -- Semarang (22/3) Program Merdeka Belajar - Kampus Merdeka (MBKM) telah diluncurkan oleh Nadiem Anwar Makarim Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2020 lalu dalam rangka menyiapkan lulusan pendidikan tinggi yang tangguh dalam menghadapi perubahan.
Menyambut kebijakan baru tersebut maka Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI), Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Universitas Islam Sultan Agung (UNISSULA) bersiap diri agar dapat segera melaksanakan kebijakan tersebut dalam bentuk Kurikulum MBKM. Langkah awal yang diambil adalah dengan melaksanakan Workshop Kurikulum MBKM dengan mengundang ketua Ikaprobsi (Ikatan Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia), yaitu Prof. Dr. Endry Boeriswati, M. Pd. dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ).
Workshop tersebut dilaksanakan secara virtual melalui Zoom Meet dengan mengundang para stakeholder, alumni dan pengguna serta perwakilan mahasiswa aktif Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Islam Sultan Agung.
Salah satu kebijakan pada MBKM berkaitan dengan pemberian kebebasan bagi mahasiswa untuk mengikuti kegiatan pembelajaran selama maksimum tiga semester belajar di luar program studi dan kampusnya.
Kebijakan MBKM memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk mendapatkan pengalaman belajar yang lebih luas dan kompetensi baru melalui beberapa kegiatan pembelajaran di antaranya pertukaran pelajar, magang/praktik kerja, riset, proyek independen, kegiatan wirausaha, proyek kemanusiaan, asistensi mengajar di satuan pendidikan, dan proyek di desa/kuliah kerja nyata tematik.
Selain itu, mahasiswa juga diberikan kebebasan untuk mengikuti kegiatan belajar di luar program studinya di dalam perguruan tinggi yang sama dengan bobot SKS tertentu. Semua kegiatan tersebut dapat dilakukan oleh mahasiswa dengan dibimbing dosen dan diperlukan adanya perjanjian kerja sama jika dilakukan bersama pihak di luar program studi.
Dalam workshop tersebut para stakeholder, alumni, dan pengguna lulusan memberikan saran terhadap draft Kurikulum MBKM Prodi PBSI yang sebelumnya telah dipaparkan oleh Kaprodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Dr. Evi Chamalah, S.Pd., M. Pd. Saran masukan tersebut selanjutnya menjadi dasar untuk menyempurnakan kurikulum yang akan digunakan sesuai kebijakan MBKM di Prodi PBSI.
Program studi ditantang dalam mengembangkan kurikulum yang adaptif dan mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman yang semakin pesat tanpa keluar dari tujuan dalam menghasilkan lulusan sesuai dengan capaian pembelajaran yang telah ditentukan.
“Kurikulum Prodi PBSI harus didesain untuk menghasilkan output mahasiswa sebagai warga global dan produktif,” ungkap Ketua Ikaprobsi, Prof. Dr. Endry Baerowati, M. Pd. dalam memaparkan materinya. Oleh karena itu, draft Kurikulum MBKM Prodi PBSI, FKIP, UNISSULA harus disempurnakan untuk menghasilkan output tersebut dengan ciri khasnya, yaitu membangun generasi “khaira ummah”.
Selain menyelengarakan workshop Kurikulum MBKM, Prodi PBSI, FKIP, UNISSULA juga sedang menggodok hibah bantuan kerja sama program studi yang diselenggarakan oleh Direktorat Pembelajaran dan
Kemahasiswaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Hal tersebut dilakukan dalam rangka mendukung keberhasilan program studi dalam menerapkan kurikulum yang sejalan dengan kebijakan MBKM, diperlukan adanya model kerja sama kurikulum antara program studi dengan mitra ataupun pihak lain yang berkaitan dengan bidang keilmuannya.
Untuk melaksanakan Kurikulum MBKM, Prodi PBSI, FKIP, UNISSULA akan menggandeng beberapa pihak untuk berkolaborasi dan kerja sama. Pihak yang akan digandeng nantinya menjadi mitra yang berkaitan dengan bidang keilmuannya dan turut serta dalam mendukung capaian pembelajaran yang diinginkan. Kolaborasi dan kerja sama tersebut penting dilakukan untuk mengubah pola pikir dari pendekatan
Kurikulum berbasis konten yang kaku menjadi kurikulum berbasis capaian pembelajaran yang adaptif dan fleksibel untuk menyiapkan mahasiswa menjadi insan dewasa yang mampu berdikari.
Siapkah Siswa Indonesia Kembali Menghadapi Pembelajaran di Kelas?
sumber gambar: freepik.om |
Selama PJJ banyak sekali masalah yang dihadapi seperti kebutuhan kuota internet, banyak siswa yang tidak memiliki fasiltas gawai, sinyal internet yang tidak terjangkau dari daerah pelosok, keluhan orang tua selama mendampingi PJJ anak-anaknya, dan banyak lagi.
Setelah satu tahun PJJ dilaksanakan masalah lain yang dihadapi adalah rasa bosan, jenuh, bahkan stres yang dialami baik oleh siswa, guru, maupun para orang tua. Padahal ketiga pihak inilah yang berperan penting selama PJJ.
Masalah selanjutnya adalah pelaksanaan pendidikan karakter yang menjadi esensi proses pendidikan. Selama PJJ banyak guru yang mengeluhkan tidak bisa melaksanakan pendidikan karakter dengan baik. Untuk mendisiplinkan siswa bergabung mengikuti pembelajaran dengan tepat waktu saja susah.
Pada akhirnya sampai pada kualitas siswa Indonesia dampak dari PJJ yang sudah dilaksanakan tepat satu tahun ini. Banyak pertanyaan yang muncul seperti, Bagaiamana kabar siswa kita terutama yang tidak pernah ikut kelas daring? Bagaimana kesiapan mental siswa jika pembelajaran sudah normal kembali? Bagaimana mengejar ketertinggalan yang dialami oleh siswa? Bagaimana kurikulum yang digunakan apakah langsung menggunakan Kurikulum 2013 yang digunakan sebelum pandemi? Bagaimana kualitas siswa nanti jika meneruskan ke jenjang yang lebih tinggi?
Menurut Nadiem Makariem Indonesia merupakan salah satu negera yang paling tertinggal untuk memberi kebijakan diselenggarakannya kembali pembelajaran di sekolah. Oleh karena itu, wacananya setelah guru, dosen, dan praktisi pendidikan sudah diberi vaksin Kemendikbud akan membuka sekolah pada bulan Juli 2021 nanti.
Meilan Arsanti
(Mahasiswa S-3 Ilmu Pendidikan Bahasa, Pascasarjana Unnes)
Janji Allah kepada Orang yang Menuntut Ilmu
Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majelis", maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan (QS. Al-Mujadalah [l58]: 11).
Dalam buku Islam Disiplin Ilmu yang ditulis oleh Amrah Husma, ilmu dalam pandangan Islam adalah suatu kebutuhan yang harus diraih oleh setiap muslim. Karena dari ilmu manusia dapat mengetahui hakekat kebenaran. Dengan kata lain Islam memandang bahwa ilmu adalah suatau kebutuhan yang harus dipenuhi oleh setiap muslim baik laki-laki maupun perempuan.
"Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap individu muslim."
Berdasarkan Al-Qur’an dan hadis tersebut jelaslah bahwa menuntut ilmu adalah suatu kewajiban. Menuntut ilmu merupakan suatu perkara ibadah yang memilki pahala dan ganjaran dari Allah Swt.
2. Ilmu dapat sebagai sarana untuk mendekatkan diri dan takut kepada Allah Swt. sesuai
3. Pahalanya sama dengan jihad fisabilillah.
4. Dimudahkan baginya jalan menuju surga-Nya.
5. Lebih mulia dari ahli ibadah.
6. Dimohonkan ampunan oleh penduduk langit dan bumi.
Untuk memperoleh kemuliaan yang dijanjikan oleh Allah Swt, manusia sebagai hamba-Nya yang diwajibkan untuk menuntut ilmu harus memperhatikan adabnya. Sebagaimana diceritakan orang-orang soleh terdahulu "adab dalam menuntut ilmu itu lebih penting dari banyaknya ilmu itu sendiri" (Rumaysho). Imam Malik rahimahullah pernah berkata pada seorang pemuda Quraisy,
“Pelajarilah adab sebelum mempelajari suatu ilmu.”
"Dengan mempelajari adab, maka engkau jadi mudah memahami ilmu.”
Oleh karena itulah, menurut Ibnu Mubarak para ulama sangat menyarankan kepada santri untuk mempelajari adab, bahkan ada yang mempelajari adab terlebih dahulu selama 30 tahun, baru setelah itu mempelajari ilmu selama 20 tahun. Lalu apa saja adab menuntut ilmu?
1. Mengawali dengan niat.
2. Berdoa sebelum menuntut ilmu.
3. Berdoa setelah belajar.
4. Bersungguh-sungguh.
5. Tawadhu
Menurut Khalifah Umar Bin Khattab terdapat tiga tahapan ketika seseorang menuntut ilmu. "Ilmu itu ada tiga tahapan. Jika seseorang memasuki tahapan pertama, ia akan sombong. Jika ia memasuki tahapan kedua ia akan tawadhu’. Dan jika ia memasuki tahapan ketiga, ia akan merasa dirinya tidak ada apa-apanya”.
Sejatinya orang yang berilmu dan penuntut ilmu dapat seperti ilmu padi, kian berisi kian merunduk. Artinya bahwa semakin tinggi ilmu yang dimiliki seseorang akan merasa semakin rendah bahkan tidak tahu apa-apa terhadap ilmu Allah Swt. bukan justru semakin tinggi ilmu kemudian dia menyombongkan diri atas berbagai ilmu dan title yang diraih.
Meilan Arsanti, M. Pd.
(Dosen PBSI, FKIP, Unissula)