Campusnesia.co.id - Kegiatan belajar mengajar di sekolah merupakan proses penyampaian ilmu atau transformasi ilmu yang dilakukan oleh tenaga pendidik (Guru) dan peserta didik (Siswa), dengan tujuan memberikan perubahan dalam kehidupan anak atau peserta didik.
Dengan belajar di sekolah siswa diharapkan akan bertambah pengetahuan, pengalaman, kedisiplinan, melatih pengembangan potensi diri, serta di sekolah pula siswa ditekankan untuk bertanggungjawab, sehingga siswa dapat percaya diri memiliki mental yang teguh serta berani karena telah ditempa sejak dini.
Demi terwujudnya proses belajar mengajar yang efektif, seorang pendidik harus merancang strategi pembelajaran, serta menerapkan model pembelajaran yang tepat untuk diaplikasikan pada mata pelajaran tertentu.
Dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah, seorang pendidik biasanya menggunakan beberapa model pembelajaran diantaranya yaitu:
Merupakan sebuah model pembelajaran berbasis proyek.
2. Problem-based Learning.
Model pembelajaran ini merupakan Model Pembelajaran Berbasis Masalah, dimana siswa akan dituntut untuk dapat menyelesaikan segala permasalahan yang terjadi didalam materi yang dipelajari, termasuk segala permasalahan yang ada dalam kehidupan nyata, hal ini dapat melatih siswa untuk lebihberfikir kritis, serta mampu memahami segala konsep-konsep penting didalam suatu permasalahan yang harus diselesaikan.
3. (Cooperative Learning.
Model pembelajaran yang menekankan siswa untuk membentuk suatu kelompok kecil didalam menjalankan proses pembelajaran, dan segala penugasan yang diberikan oleh guru.
Pembelajaran ini adalah model pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar.
Model Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching). Model pembelajaran ini merupakan suatu model pembelajaran yang membantu guru dalam proses pembelajaran dengan menghubungkan konten mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan motivasi siswa yang membuat hubungan antara pengetahuan dan pengaplikasiannya didalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, masyarakat, warga Negara dan tenaga kerja.
Elaine B. Johnson (Riwayat,2008), mengemukakan “CTL juga merupakan sebuah sistem yang merangsang otak untuk menyusun pola-pola yang mewujudkan makna dengan menghubungakan muatan akademis dengan konteks dari kehidupan sehari-hari siswa.”
Selain model pembelajaran yang telah disebutkan di atas, tentunya masih banyak lagi model pembelajaran yang biasa digunakan oleh pendidik di Indonesia, seperti misalnya model pembelajaran inquiry learning, serta model pembelajaran dengan pencapaian konsep (Concept Learning), dan discovery Learning, yang merupakan rangkaian kegiatan pembelajaran yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan peserta didik untuk belajar mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, serta logis, agar mereka dapat menemukan sendiri pengetahuan, sikap, dan keterampilan sebagai wujud dari hasil pembelajaran.
Akan tetapi semua model pembelajaran yang telah disebutkan di atas, tak semuanya tepat untuk diterapkan kepada semua mata pelajaran.
Menurut Afan Nur Majid, S.Pd (Seorang Guru bahasa Indonesia di SMA LB N 1 Pemalang) “Tidak semua model pembelajaran tepat digunakan untuk semua materi pembelajaran.
Biasanya model pembelajaran tertentu hanya tepat digunakan untuk materi pembelajaran tertentu.
Maka biasanya guru akan menganalisis rumusan setiap kompetensi dasar (KD), untuk mengetahui model pembelajaran yang tepat untuk diaplikasikan kepada materi pembelajaran.” ucapnya saat wawancara dengan penulis, Selasa, 29-11-2022 di tempatnya mengajar (Sekolah Luarbiasa Negeri 1 Pemalang).
Sementara Itu, menurut Farisa Risnawati, S.Pd yang juga guru bahasa Indonesia kelas xi dan xii tunanetra di SLB N 1 Pemalang, mengatakan, “untuk menerapkan model pembelajaran tertentu, selain menganalisis kompetensi dasar terlebih dahulu, seorang pendidik juga perlu benar-benar memahami kemampuan siswa, terlebih sekolah luarbiasa merupakan lembaga pendidikan khusus, yang tentunya dalam menyampaikan materi pembelajaran kepada siswa cukup jauh berbeda dengan siswa pada umumnya yang non disabilitas.
Untuk itu guru di SLB N 1 Pemalang perlu benar-benar memahami kompetensi dasar serta kemampuan siswa berkebutuhan khusus didalam mengikuti pembelajaran, sebelum mengaplikasikan model pembelajaran, agar suasana pembelajaran tetap menyenangkan, inklusif, sehingga dapat meraih capaian yang diharapkan.”
Salah satu materi pembelajaran sastra di jenjang SMA adalah menulis cerita pendek atau cerpen, melihat beberapa model pembelajaran yang telah dituliskan di atas, model pembelajaran project Based Learning menjadi salasatu model pembelajaran yang tepat untuk diaplikasikan kepada materi pembelajaran menulis cerita pendek (CERPEN).
Project based learning (PJBL) merupakan model pembelajaran yang menjadikan siswa sebagai subjek atau pusat pembelajaran, yang menitikberatkan proses belajar yang memiliki hasil akhir belajar berupa produk.
Sehingga peserta didik diberi kebebasan untuk memilih aktivitas belajarnya sendiri, mengerjakan proyek pembelajaran secara kolaboratif sampai diperoleh hasil akhir pembelajaran berupa suatu produk.
Mengutip dari Quipper Blog, menurut Fathurrohman, Project based learning (PJBL) merupakan model pembelajaran yang menggunakan proyek atau kegiatan sebagai sarana pembelajaran untuk mencapai kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
Cerita pendek atau CERPEN merupakan rangkaian pristiwa yang diceritakan oleh seseorang melalui tulisan, baik berdasarkan pristiwa nyata maupun hasil dari imajinasi seorang penulis.
Mata Pelajaran materi menulis CERPEN, akan kita dapatkan di sekolah. Pada Kurikulum merdeka, di jenjang SMA, misalnya. Kita akan mendapatkan materi yang berhubungan dengan cerita pendek pada MAPEL bahasa Indonesia, saat kelas x SMA semester satu, siswa akan menjumpai materi yang berhubungan langsung dengan cerita pendek yaitu: membandingkan karakterisasi dan plot pada hikayat dan cerpen, menggunakan kaidah bahasa dalam hikayat dan cerpen, menulis cerpen berdasarkan nilai dalam hikayat, serta siswa akan diminta untuk mempresentasikan cerita pendek dengan media yang tepat.
Pada kelas xi semester satu, siswa akan kembali menjumpai materi yang berhubungan dengan cerita pendek yaitu: menggali nilai sejarah bangsa lewat Clcerita pendek, memahami cerpen dengan latar belakang beberapa peristiwa sejarah di indonesia, menganalisis unsur-unsur intrinsik pembangun cerita endek, mengidentifikasi dan mengaplikasikan nilai-nilai kehidupan dalam cerita pendek, menulis cerita pendek berdasarkan kejadian sehari-hari, dan menulis resensi berdasarkan cerpen yang ditulis oleh teman.
Pada hakikatnya, cerpen merupakan sebuah karya sastra prosa yang harus dinikmati oleh pembaca. Dewasa ini, kemajuan teknologi yang semakin pesat, membuat siapapun dapat mengakses segala informasi yang mudah dan murah.
Hal tersebut sangat perlu untuk dimanfaatkan oleh segala aspek untuk dapat berbagi segala hal di sosial media, termasuk informasi dan juga hiburan. Cerita pendek merupakan salasatu bacaan yang tak pernah lekang oleh zaman, hingga saat ini cerita pendek masih banyak digandrungi oleh masyarakat.
Melihat hal tersebut, maka didalam pembelajaran menulis cerita pendek di jenjang SMA siswa perlu diberi tantangan baru. Pada materi menulis Cerita Pendek Berdasarkan Kejadian Sehari-Hari, dan materi Menulis Cerpen Berdasarkan Nilai dalam Hikayat, misalnya, didalam penugasan akhir, biasanya guru akan memberikan penugasan kepada peserta didik untuk menulis sebuah cerpen yang berhubungan dengan materi, dalam model pembelajaran project Based Learning yang merupakan model pembelajaran berbasis proyek yang menekankan siswa harus menghasilkan produk akhir sebagai hasil dari pembelajaran, tentu siswa akan menghasilkan sebuah tulisan berupa sebuah cerita pendek yang nantinya diserahkan kepada Guru untuk dinilai.
Namun di era sosial media yang semakin menjamur di kalangan masyarakat ini apakah cukup hanya demikian? Apakah tulisan siswa hanya cukup untuk dinilai oleh guru, lalu ditempel di majalah dinding (MADING) sekolah agar karya siswa yang keren bisa dibaca oleh semua orang? Jika kita berada di era tahun 1970-2000 mungkin semua itu sudah sangat cukup, namun saat ini kita berada di tahun 2023 dimana era globalisasi tengah berkembang pesat.
Bekerja, belajar, berbelanja, bahkan mencari teman kini berada di dalam genggaman. Kita bebas termasuk menyampaikan pendapat serta berkarya di sosial media.
Melihat begitu canggihnya sosial media di era globalisasi ini, mengapa kita tak mencoba memberikan tantangan kepada peserta didik untuk mempublikasikan karyanya sebagai hasil akhir pembelajaran di sosial media?
Terlebih, mengutip dari Kata Data, Persentase Anak Usia 5 Tahun ke Atas yang Mengakses Internet Menurut Tujuan (2021) 8899-anak-5-tahun-ke-atas-mengakses-internet-untuk-media-sosial, dengan 88,99% Anak 5 Tahun ke Atas Mengakses Internet untuk Media Sosial Tugas sekolah.
Maka, melihat besarnya jumlah anak dengan usia sekolah yang mengakses sosial media, segenap pendidik serta peserta didik perlu memanfaatkan hal tersebut, termasuk untuk memamerkan hasil karya siswa kepada masyarakat luas.
Dengan demikian, selain karya siswa mendapat nilai dari guru, juga akan dapat dinikmati oleh masyarakat, dan mendapat apresiasi serta penilaian dari khalayak.
Hal itu akan melatih keberanian siswa untuk menunjukan karyanya kepada masyarakat, dan akan memancing kesungguhan siswa didalam menyelesaikan suatu penugasan, karena tentunya seorang siswa akan merasa malu apabila tulisannya dipublikasikan tetapi mereka mengerjakan secara asal, serta kurang bersungguh-sungguh.
Penulis:
Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
FKIP UNISSULA