Campusnesia.co.id - Dalam film dan drama korea kita sering dipertontonkan adegan dan istilah Money Laundry atau Pencucian Uang, biasanya dilakukan oleh para penjahat dan mafia.
Sebenarnya apa sih pengertian Money Laundry atau Pencucian Uang? yuk kita coba cari tahu dalam artikel kali ini.
Pengertian dari money laundry yaitu suatu tindakan kejahatan berupa penggelapan ataupun menyamarkan dana ataupun aset yang memang bukan menjadi hak nya dan dilakukan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
Tujuan tindak kriminal ini adalah untuk memperkaya diri sendiri dan juga melipat gandakan harta kekayaan yang sudah dimilikinya.
Money Laundry atau Pencucian Uang dilakukan dengan cara menyamarkan asal ataupun sumber dana maupun aset, yang seolah-olah berasal dari suatu kegiatan yang legal dan juga resmi.
Padahal kenyataannya, aset ataupun uang yang bukan miliknya tersebut dikaburkan dan tidak terlihat lagi seperti sudah digunakan sesuai dengan keperluan. Sehingga, pihak yang melakukan tindak money laundry ini mampu mengakuisisi ataupun aset tersebut secara penuh.
Money laundry ini termasuk dalam kegiatan yang ilegal dan juga sudah memiliki payung hukumnya tersendiri, yakni pada UU No. 6 Tahun 2010.
Bahkan, tindakan kejahatan dari money laundry ini bisa disetarakan dengan kegiatan korupsi, terorisme, perampokan, perdagangan manusia, illegal fishing, narkoba, dan juga tindakan kriminal berat lainnya.
3 Proses Pencucian Uang
Mengutip Jurnal Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK yang ditulis oleh Joni Emirzon, seorang Guru Besar Hukum Bisnis di Unsri, setidaknya ada 3 proses pelaksanaan tindak pencucian uang. Nah, berikut ini adalah ketiga proses tersebut:
1. Penempatan atau Placement
Proses ini adalah suatu usaha dalam menempatkan suatu dana maupun aset yang diperoleh dari suatu tindakan kriminal menuju sistem keuangan yang dianggap legal.
Sistem keuangan tersebut bisa saja berupa penempatan pada suatu bank, atau memberikan sejumlah modal usaha pada suatu bisnis tertentu.
Kemudian kegiatan tersebut diciptakan seolah-olah legal seperti memberikan kredit atau pembiayaan dengan menjadikan kas sebagai kreditnya.
Contoh sederhana dari proses penempatan pada kegiatan kriminal money laundry ini adalah membeli suatu barang dengan harga yang sangat tinggi untuk mampu memenuhi keperluan pribadinya.
2. Transfer atau Layering
Proses ini dikerjakan dengan cara memisahkan sejumlah dana hasil pencucian uang dari sumbernya.
Nah, proses keduan ini dapat dilakukan dengan sejumlah tahapan transaksi finansial untuk menyembunyikan ataupun menyamarkan sumber dana ataupun aset yang sudah diperolehnya.
Dalam aktivitas layering ini, setiap pelaku akan mengerjakan proses pemindahan aset ataupun dana dari suatu rekening ataupun lokasi sebagai suatu hasil dari placement ke tempat lain.
Hal tersebut dapat dilakukan melalui sekumpulan transaksi yang sangat kompleks dan dilakukan dengan tujuannya untuk menyamarkan dan juga menghilangkan jejak sumber dana hasil penggelapan tersebut.
Contoh sederhana dari kegiatan proses layering ini adalah transfer dana dari salah satu bank menuju bank lain di suatu wilayah ataupun negara yang berbeda.
Proses transfer ini juga bisa dilakukan dengan cara memindahkan suatu dana lintas batas negara dengan menggunakan suatu jaringan kegiatan usaha yang sah ataupun shell company ataupun perusahaan cangkang.
3. Menggunakan Harta Kekayaan atau Integration
Proses integrasi ini akan menggunakan harta kekayaan sebagai bentuk upaya menggunakan aset maupun dana yang sudah terlihat legal dari tindakan pencucian uang.
Penggunaan harta kekayaan ini bisa dilakukan dengan cara menikmatinya secara langsung, melakukan kegiatan investasi pada beberapa instrumen, maupun dalam bentuk kekayaan materi maupun keuangan lain.
Selain itu, kegiatan integration ini pun bisa dilakukan oleh para pelaku money laundry dengan menggunakan dana yang diperoleh dalam membiayai berbagai kegiatan usaha yang legal. Para pelaku juga bisa memberikan dana pada suatu tindak kriminal lainnya yang dianggap sangat sulit untuk dilacak.
Namun pada umumnya, para pelaku tindak pidana money laundry tidak banyak mempertimbangkan hasil ataupun dana yang nanti akan diperolehnya. Mereka kerap kali menganggap kecil nilai biaya yang harus dikucurkannya agar niatan buruknya bisa dilakukan dan juga menghapus jejak sumber kekayaan yang sudah diperolehnya tersebut.
Karena, tujuan utama dalam kegiatan money laundry memang untuk menggelapkan ataupun menghilangkan jejak atau sumber aset atau uang yang sudah diperolehnya. Sehingga, hasil kegiatan tersebut bisa dinikmati dan digunakan sesuka hati tanpa khawatir ada pihak yang mengetahuinya.
Modus dalam Melakukan Pencucian Uang
Modus money laundry ini mencakup loan back, kegiatan jual beli di perdagangan internasional, c-chase, akuisisi, perdagangan saham, investasi pada instrumen tertentu, identitas palsu, serta deposit taking.
Modus money laundry yang paling banyak dilakukan di Indonesia adalah akuisisi. Modus ini adalah berupa pengambilalihan suatu saham dengan modus perusahaan yang hendak diakuisisi adalah perusahaan milik pribadinya.
Contoh sederhana dari kegiatan money laundry dengan modus akuisisi adalah pebisnis asal Indonesia yang memiliki perusahaan gelap di Cayman Island pada negara Tax Haven. Keuntungan yang diperoleh di Cayman lalu didepositokan dengan menggunakan nama perusahaan sendiri yang berada di Indonesia.
Lalu, perusahaan yang berada di Cayman Island tersebut akan membeli suatu saham perusahaan yang berlokasi di Indonesia dengan mengaku sisinya. Dengan modus ini, pebisnis tersebut memiliki dana yang dianggap legal. Karena, dana tersebut sudah dicuci dengan kegiatan jual beli saham perusahaan Cayman pada perusahaan yang berlokasi di Indonesia.
Ciri-ciri Orang yang Sedang Melakukan Kegiatan Pencucian Uang
Kiagus Badarudin, Ketua PPATK, menjelaskan bahwa ada beberapa ciri orang yang melakukan tindak pidana pencucian uang, yaitu:
1. Hasil dana atau aset yang diperoleh akan disimpan pada sistem keuangan. Dana tersebut umumnya akan disimpan pada bank, asuransi ataupun pasar modal.
2. Melakukan kegiatan dana ataupun aset agar semakin sulit dilacak sumbernya. Ciri ini umumnya dilakukan oleh pelaku dengan cara menyimpannya pada suatu bank, lalu memindahkannya pada bank lain dengan cara transfer ke rekening dengan menggunakan nama lain, seperti ke rekening asisten, pembantu, dll.
3. Memanfaatkan dana untuk bisa membeli suatu aset pada suatu wilayah. Tapi, proses pembelian aset ini dilakukan dengan menggunakan nama orang lain yang umumnya tidak berada pada lingkaran kerabatnya. Lalu, agar dia bisa memiliki aset tersebut, maka dia akan berpura-pura untuk membeli aset tersebut sebagai tangan kedua secara kredit atau tunai.
Dasar Hukum Pelaku Money Laundry
Tindakan kejahatan money laundry ini bukanlah hal yang bisa dianggap enteng. Karena, pelaku bisa memberikan kerugian pada banyak pihak dengan total kerugian yang besar.
Untuk itu, dengan beberapa pasal pada UU N0 8 di tahun 2010, para tersangka money laundry bisa menerima hukuman penjara hingga 20 tahun serta denda sebanyak 10 miliar rupiah.
Hukum Pencucian Uang di Indonesia
Di Indonesia, hal ini diatur secara yuridis dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, di mana pencucian uang dibedakan dalam tiga tindak pidana:
1. Tindak pidana pencucian uang aktif, yaitu Setiap Orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, menbayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan uang uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan. (Pasal 3 UU RI No. 8 Tahun 2010).
2. Tindak pidana pencucian uang pasif yang dikenakan kepada setiap Orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1). Hal tersebut dianggap juga sama dengan melakukan pencucian uang. Namun, dikecualikan bagi Pihak Pelapor yang melaksanakan kewajiban pelaporan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. (Pasal 5 UU RI No. 8 Tahun 2010).
3. Dalam Pasal 4 UU RI No. 8/2010, dikenakan pula bagi mereka yang menikmati hasil tindak pidana pencucian uang yang dikenakan kepada setiap Orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1). Hal ini pun dianggap sama dengan melakukan pencucian uang.
Sanksi bagi pelaku tindak pidana pencucian uang adalah cukup berat, yakni dimulai dari hukuman penjara paling lama maksimum 20 tahun, dengan denda paling banyak 10 miliar rupiah.
Hasil Tindak Pidana Pencucian Uang (Pasal 2 UU RI No. 8 Tahun 2010)
(1) Hasil tindak pidana adalah Harta Kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana: a. korupsi; b. penyuapan; c. narkotika; d. psikotropika; e. penyelundupan tenaga kerja; f. penyelundupan migran; g. di bidang perbankan; h. di bidang pasar modal; i. di bidang perasuransian; j. kepabeanan; k. cukai; l. perdagangan orang; m. perdagangan senjata gelap; n. terorisme; o. penculikan; p. pencurian; q. penggelapan; r. penipuan; s. pemalsuan uang; t. perjudian; u. prostitusi; v. di bidang perpajakan; w. di bidang kehutanan; x. di bidang lingkungan hidup; y. di bidang kelautan dan perikanan; atau z. tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih, yang dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tindak pidana tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia.
(2) Harta Kekayaan yang diketahui atau patut diduga akan digunakan dan/atau digunakan secara langsung atau tidak langsung untuk kegiatan terorisme, organisasi terorisme, atau teroris perseorangan disamakan sebagai hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf n.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan/PPATK (Inggris:Indonesian Financial Transaction Reports and Analysis Center/INTRAC) sebagaimana dimandatkan dalam UU RI No. 8 Tahun 2010 adalah lembaga independen dibawah Presiden Republik Indonesia yang mempunyai tugas mencegah dan memberantas tindak pidana Pencucian Uang serta mempunyai fungsi sebagai berikut:
1. Pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Pencucian Uang;
2. Pengelolaan data dan informasi yang diperoleh PPATK;
3. Pengawasan terhadap kepatuhan Pihak Pelapor; dan
4. Analisis atau pemeriksaan laporan dan informasi Transaksi Keuangan yang berindikasi tindak pidana Pencucian Uang dan/atau tindak pidana lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1).
Dalam pergaulan global di masyarakat internasional, PPATK dikenal sebagai Indonesian Financial Intelligence Unit yang merupakan unit intelijen keuangan dalam rezim Anti Pencucian Uang dan Kontra Pendanaan Terorisme (AML/CFT Regime) di Indonesia. PPATK merupakan anggota dari ''The Egmont Group'' yakni suatu asosiasi lembaga FIU di seluruh dunia dalam rangka mewujudkan dunia internasional yang bersih dari tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme sesuai standar-standar terbaik internasional.
Sejarah Ringkas UU PP-TPPU
Dalam perkembangannya, tindak pidana pencucian uang semakin kompleks, melintasi batas-batas yurisdiksi, dan menggunakan modus yang semakin variatif, memanfaatkan lembaga di luar sistem keuangan, bahkan telah merambah ke berbagai sektor.
Untuk mengantisipasi hal itu, Financial Action Task Force (FATF) on Money Laundering telah mengeluarkan standar internasional yang menjadi ukuran bagi setiap negara/jurisdiksi dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme yang dikenal dengan Revised 40 Recommendations dan 9 Special Recommendations (Revised 40+9) FATF, antara lain mengenai perluasan Pihak Pelapor (Reporting Parties) yang mencakup pedagang permata dan perhiasan/logam mulia dan pedagang kendaraan bermotor.
Dalam mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang perlu dilakukan kerja sama regional dan internasional melalui forum bilateral atau multilateral agar intensitas tindak pidana yang menghasilkan atau melibatkan harta kekayaan yang jumlahnya besar dapat diminimalisasi.
Penanganan tindak pidana pencucian uang di Indonesia yang dimulai sejak disahkannya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, telah menunjukkan arah yang positif.
Hal itu, tercermin dari meningkatnya kesadaran dari pelaksana Undang-Undang tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, seperti penyedia jasa keuangan dalam melaksanakan kewajiban pelaporan, Lembaga Pengawas dan Pengatur dalam pembuatan peraturan, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam kegiatan analisis, dan penegak hukum dalam menindaklanjuti hasil analisis hingga penjatuhan sanksi pidana dan/atau sanksi administratif.
Upaya yang dilakukan tersebut dirasakan belum optimal, antara lain karena peraturan perundang-undangan yang ada ternyata masih memberikan ruang timbulnya penafsiran yang berbeda-beda, adanya celah hukum, kurang tepatnya pemberian sanksi, belum dimanfaatkannya pergeseran beban pembuktian, keterbatasan akses informasi, sempitnya cakupan pelapor dan jenis laporannya, serta kurang jelasnya tugas dan kewenangan dari para pelaksana Undang-Undang ini.
Untuk memenuhi kepentingan nasional dan menyesuaikan standar internasional, perlu disusun Undang-Undang tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang sebagai pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
Materi muatan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, antara lain:
1. Redefinisi pengertian hal yang terkait dengan tindak pidana pencucian uang;
2. Penyempurnaan kriminalisasi tindak pidana pencucian uang;
3. Pengaturan mengenai penjatuhan sanksi pidana dan sanksi administratif;
4. Pengukuhan penerapan prinsip mengenali Pengguna Jasa;
5. Perluasan Pihak Pelapor;
6. Penetapan mengenai jenis pelaporan oleh penyedia barang dan/atau jasa lainnya;
7. Penataan mengenai Pengawasan Kepatuhan;
8. Pemberian kewenangan kepada Pihak Pelapor untuk menunda transaksi;
9. Perluasan kewenangan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terhadap pembawaan uang 10. tunai dan instrumen pembayaran lain ke dalam atau ke luar daerah pabean;
10. Pemberian kewenangan kepada penyidik tindak pidana asal untuk menyidik dugaan tindak pidana pencucian uang;
11. Perluasan instansi yang berhak menerima hasil analisis atau pemeriksaan PPATK;
12. Penataan kembali kelembagaan PPATK;
13. Penambahan kewenangan PPATK, termasuk kewenangan untuk menghentikan sementara Transaksi;
14. Penataan kembali hukum acara pemeriksaan tindak pidana pencucian uang; dan
15. Pengaturan mengenai penyitaan Harta Kekayaan yang berasal dari tindak pidana.
Sumber:
- https://accurate.id/uncategorized/money-laundry/
- https://id.wikipedia.org/wiki/Pencucian_uang#Hukum_Pencucian_Uang_di_Indonesia