Campusnesia.co.id - Seiring berkembangnya teknologi informasi memberikan kemudahan untuk manusia. Melalui internet kita bisa melakukan hubungan sosial, bekerja dan jual beli online tanpa bertemu langsung dengan orang lain.
Beberapa platform yang biasa digunakan masyarakat dalam bisnis online misalnya toko online dan sosial media.
Banyaknya bisnis online yang bermunculan jternyata juga memberi peluang bagi pelaku untuk melakukan kejahatan, misalnya marak terjadi penipuan online.
Dalam praktik jual beli offline, penipuan juga sudah sering terjadi, perkembangan jumlah pengguna dan mudahnya mengakses internet bahkan untuk warga desa membuat para palaku penipuan turut bermigrasi menyasar masayarakat yang jual beli secara online.
Penipuan online sama halnya dengan kejahatan lainnya, bedanya penipuan online ini menggunakan alat elektronik sebagai sarana kejahatannya mengikuti perkembangan teknologi dan prilaku masyakata dalam bertransaksi.
Penipuan online adalah suatu tindakan yang merugikan orang lain sehingga dapat dicantumkan dalam kejahatan secara hukum pidana dan pelaku dapat dikenakan sanksi yang tegas, seperti dalam kitab undang-undang hukum perdata pada pasal 378.
Dalam pasal 378 KUHP berbunyi "Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat ataupun dengan rangkaian kebohongan menggerakkan orang lain untuk menyerahkan sesuatu benda kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama 4 tahun", dan dijatuhi pidana dalam pasal 28 ayat (1) UU ITEITE, yaitu "Setiap orang dengan sengaja, dan tanpa gak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik"
Penyebab maraknya penipuan online dipengaruhi beberapa faktor, misalnya belum adanya sertifikasi menyeluruh terhadap setiap jual beli secara online. Daerah-daerah dimana ada kemiskinan, pengangguran, tuna wisa dan konflik kekrasan dengan senjata. Kebutuhan ekonomi yang tidak dapat diatasi keluarganya dengan mencari cara lain.
Faktor ekonomi juga bisa jadi sebab karena kemiskinan, kurangnya kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak.
Dari sisi sosialpun memungkinkan, karena kewajiban sosial untuk membantu dan menolong keuangan keluarga, keinginan untuk mandiri secara finansial.
Berikutnya adalah faktor Kultur, konsumerisme atau materialistik, keinginan untuk mendapat uang dengan mudah.
Alasan personal atau pribadi juga dapat jadi alasan, karena memang dasarnya sifat pribadi pelaku yang suka menipu demi keperluan pribadinya.
Transaksi online di era digital pada akhirnya tidak bisa dihindari, karena banyak membawa manfaat dan dampak positif misalnya efisiensi, kebutuhan masyarakat dalam kemudahan bertransaksi dan berbisnis.
Faktor Sosial dan budaya dimana kebutuhan akan pelayanan-pelayanan jual beli yang mudah dan cepat.
Perkembangan teknologi tidak bisa dihindari, kemajuan dalam bertransaksi secara online sudah menjadi keniscayaan dan kebutuhan, di saat bersamaan ada para pelaku penipuan yang siap mengintai para korban.
Untuk masyarakat diharapkan selalu berhati-hati dan waspada, untuk para pelaku kejahatan penipuan jual beli online bisa dikenakan penegakan hukum seperti yang tertuang dalam pasal 378 KUHP dan juga pasal 28 ayat (1) UU ITE.
Penulis:
Nuvita Fajarwati
Nuvita Fajarwati
Mahasiswa Fakultas Hukum
Universitas Islam Sultan Agung Semarang