Campusnesia.co.id - Belakangan ini musim hujan dan kemarau tak lagi datang dan pergi tepat waktu, jika hujan banyak terjadi banjir dan ketika kemarau panasnya bukan main.
Fenomena ini memang bagian dari alam, akan tetapi bukan berarti tanpa sumbangsih tindakan manusia yang secara umu disebut sebagai Perubahan Iklim atau Climate Change.
Dari berbagai sumber kami sajikan Pengertian Climate Change, Emisi Karbon dan Energi Baru Terbarukan agar kita paham dan bisa ikut serta dalam menguranginya.
Pengertian Iklim dan Perubahan Iklim atau Climate Change
Pada umumnya orang sering menyatakan kondisi iklim sama saja dengan kondisi cuaca, padahal kedua istilah tersebut adalah suatu kondisi yang tidak sama.
Beberapa definisi cuaca adalah :
Keadaan atmosfer secara keseluruhan pada suatu saat termasuk perubahan, perkembangan dan menghilangnya suatu fenomena (World Climate Conference, 1979).
Keadaan variable atmosfer secara keseluruhan disuatu tempat dalam selang waktu yang pendek (Glen T. Trewartha, 1980).
Keadaan atmosfer yang dinyatakan dengan nilai berbagai parameter, antara lain suhu, tekanan, angin, kelembaban dan berbagai fenomena hujan, disuatu tempat atau wilayah selama kurun waktu yang pendek (menit, jam, hari, bulan, musim, tahun) (Gibbs, 1987). Ilmu yang mempelajari seluk beluk tentang cuaca disebut meteorologi.
Sementara iklim didefinisikan sebagai berikut:
Sintesis kejadian cuaca selama kurun waktu yang panjang, yang secara statistik cukup dapat dipakai untuk menunjukkan nilai statistik yang berbeda dengan keadaan pada setiap saatnya (World Climate Conference, 1979).
Konsep abstrak yang menyatakan kebiasaan cuaca dan unsur-unsur atmosfer disuatu daerah selama kurun waktu yang panjang (Glenn T. Trewartha, 1980).
Peluang statistik berbagai keadaan atmosfer, antara lain suhu, tekanan, angin kelembaban, yang terjadi disuatu daerah selama kurun waktu yang panjang (Gibbs,1987). ilmu yang mempelajari seluk beluk tentang iklim disebut klimatologi.
Adapun definisi perubahan iklim adalah berubahnya kondisi fisik atmosfer bumi antara lain suhu dan distribusi curah hujan yang membawa dampak luas terhadap berbagai sektor kehidupan manusia (Kementerian Lingkungan Hidup, 2001).
Perubahan fisik ini tidak terjadi hanya sesaat tetapi dalam kurun waktu yang panjang. LAPAN (2002) mendefinisikan perubahan iklim adalah perubahan rata-rata salah satu atau lebih elemen cuaca pada suatu daerah tertentu.
Sedangkan istilah perubahan iklim skala global adalah perubahan iklim dengan acuan wilayah bumi secara keseluruhan. IPCC (2001) menyatakan bahwa perubahan iklim merujuk pada variasi rata-rata kondisi iklim suatu tempat atau pada variabilitasnya yang nyata secara statistik untuk jangka waktu yang panjang (biasanya dekade atau lebih).
Selain itu juga diperjelas bahwa perubahan iklim mungkin karena proses alam internal maupun ada kekuatan eksternal, atau ulah manusia yang terus menerus merubah komposisi atmosfer dan tata guna lahan.
Istilah perubahan iklim sering digunakan secara tertukar dengan istilah ’pemanasan global’, padahal fenomena pemanasan global hanya merupakan bagian dari perubahan iklim, karena parameter iklim tidak hanya temperatur saja, melainkan ada parameter lain yang terkait seperti presipitasi, kondisi awan, angin, maupun radiasi matahari.
Pemanasan global merupakan peningkatan rata-rata temperatur atmosfer yang dekat dengan permukaan bumi dan di troposfer, yang dapat berkontribusi pada perubahan pola iklim global. Pemanasan global terjadi sebagai akibat meningkatnya jumlah emisi Gas Rumah Kaca (GRK) di atmosfer.
Naiknya intensitas efek rumah kaca yang terjadi karena adanya gas dalam atmosfer yang menyerap sinar panas yaitu sinar infra merah yang dipancarkan oleh bumi menjadikan perubahan iklim global (Budianto, 2000).
Meskipun pemanasan global hanya merupakan 1 bagian dalam fenomena perubahan iklim, namun pemanasan global menjadi hal yang penting untuk dikaji. Hal tersebut karena perubahan temperatur akan memperikan dampak yang signifikan terhadap aktivitas manusia.
Perubahan temperatur bumi dapat mengubah kondisi lingkungan yang pada tahap selanjutkan akan berdampak pada tempat dimana kita dapat hidup, apa tumbuhan yang kita makan dapat tumbuh, bagaimana dan dimana kita dapat menanam bahan makanan, dan organisme apa yang dapat mengancam. Ini artinya bahwa pemanasan global akan mengancam kehidupan manusia secara menyeluruh.
Studi perubahan iklim melibatkan analisis iklim masa lalu, kondisi iklim saat ini, dan estimasi kemungkinan iklim di masa yang akan datang (beberapa dekade atau abad ke depan). Hal ini tidak terlepas juga dari interaksi dinamis antara sejumlah komponen sistem iklim seperti atmosfer, hidrofer (terutama lautan dan sungai), kriosfer, terestrial dan biosfer, dan pedosfer. Dengan demikian, dalam studi-studi mengenai perubahan iklim dibutuhkan penilaian yang terintegrasi terhadap sistem iklim atau sistem bumi.
Perubahan Iklim (Global Climate Change)
Fenomena pemanasan global yang mengakibatkan perubahan iklim berdampak terjadinya perubahan sosial atau kependudukan dan budaya. Berbagai kajian sosial menemukan bahwa pola hubungan sosial berkaitan sangat erat dengan pola iklim.
Hasil kajian IPCC (2007) menunjukkan bahwa sejak tahun 1850 tercatat adanya 12 tahun terpanas berdasarkan data temperatur permukaan global. Sebelas dari duabealas tahun terpanas tersebut terjadi dalam waktu 12 tahun terakhir ini.
Kenaikan temperatur total dari tahun 1850-1899 sampai dengan tahun 2001-2005 adalah 0,76Ëš. Permukaan air laut rata-rata global telah meningkat dengan laju rata-rata 1.8 mm per-tahun dalam rentang waktu antara lain antara tahun 1961-2003. Kenaikan total permukaan air laut yang berhasil dicatat pada abad ke-20 diperkirakan 0,17 m.
Laporan IPCC juga menyatakan bahwa kegiatan manusia ikut berperan dalam pemanasan global sejak pertengahan abad ke-20. Pemanasan global akan terus meningkat dengan percepatan yang lebih tinggi pada abad ke-21 apabila tidak ada upaya menanggulanginya.
Pemanasan global mengakibatkan perubahan iklim dan kenaikan frekwensi maupun intensitas kejadian cuaca ekstrim.
IPCC menyatakan bahwa pemanasan globa dapat menyebabkan terjadi perubahan yang signifikan dalam sistem fisik dan biologis seperti peningkatan intensitas badai tropis, perubahan pola presipitasi, salinitas air laut, perubahan pola angin, mempengaruhi masa reproduksi hewan dan tanaman, distribusi spesies dan ukuran populasi, frekuensi serangan hama dan wabah penyakit, serta mempengaruhi berbagai ekosistem yang terdapat di daerah dengan garis lintang yang tinggi (termasuk ekosistem di daerah Artuka dan Antartika), lokasi yang tinggi, serta ekosistem-ekosistem pantai.
Jika tidak ada upaya yang sistematis dan terintegrasi untuk meningkatkan ketahanan terhadap perubahan iklim dan perbaikan kondisi lingkungan lokal dan global mulai dari sekarang, maka dampak yang ditimbulkan akibat adanya perubahan iklim ke depan akan semakin besar dan lebih lanjut akan berdampak pada sulitnya mencapai sistem pembangunan yang berkelanjutan.
Penanganan masa perubahan iklim dalam konteks pembangunan membutuhkan manajemen perubahan iklim secara efektif, dan pada saat bersamaan mengantisispasi dampak perubahan iklim global jangka panjang secara komprehensif.
Juga membutuhkan pendekatan lintas sektor baik pada tingkat nasional, regional maupun lokal.Dalam menghadai perubahan iklim, penigkatan ketahanan sistem dalam masyarakat untuk mengurangi resiko bahaya perubahan iklim dilakukan melalui upaya adaptasi dan mitigasi.
Adaptasi merupakan tindakan penyesuain sistem alam dan sosial untuk menghadapi dampak negatif dari perubahan iklim. Namun upaya tersebut akan sulit memberi mandaat secara efektif apabila laju perubahan iklim melebihi kemampuan beradaptasi.
Oleh karena itu, adaptasi harus diimbangi dengan mitigasi, yaitu upaya mengurangi sumber maupun peningkatan rosot (penyerap) gas rumah kaca, agar suspaya proses pembangunan tidak terhambat dan tujuan pembangunan berkelanjutan dapat tercapai.
Dengan demikian, generasi yang akan datang tidak terbebani oleh ancaman perubahan iklim secara lebih berat.
Apa Perbedaan Global warming dan climate change?
Pemanasan global dan perubahan iklim adalah dua istilah yang kian hari kian terkenal. Diantara para pembaca pasti banyak yang telah memahami keduanya. Namun sebagai bentuk eduksi lingkungan, tidak ada salahnya jika kami ini mengulasnya kembali.
Pemanasan global atau global warming adalah meningkatnya suhu rata-rata atmosfer, bumi, dan lautan. Sedangkan perubahan iklim atau climate change merupakan perubahan yang signifikan pada iklim, seperti suhu udara atau curah hujan, selama kurun waktu 30 tahun atau lebih. Perubahan iklim merupakan proyeksi kelanjutan dari global warming.
Dalam satu abad terakhir suhu permukaan global telah meningkat antara 0,74 – 0,18 0C. Di Indonesia sendiri, menurut data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), suhu rata-rata udara di permukaan tanah di Indonesia, mengalami peningkatan sebesar 0,5 0C.
Kedepan, pemanasan global dan perubahan iklim akan semakin meningkat. Masih menurut data Bappenas, jika dibandingkan dengan periode tahun 1961 hingga 1990, rata-rata suhu di Indonesia diproyeksikan meningkat 0,8 hingga 1,0 0C antara tahun 2020 hingga 2050.
Bahkan jika menilik model iklim milik Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC; Panel Antar pemerintah Tentang Perubahan Iklim yang dibentuk PBB), menunjukkan suhu permukaan global akan mengalami peningkatan antara 1.1 hingga 6.4 derajat selama abad ke dua puluh satu.
Penyebab dan Dampak Pemanasan Global
IPCC menyimpulkan bahwa pemanasan global yang terjadi sejak pertengahan abad ke-20 hingga kini sebagian besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat kegiatan manusia seperti pembakaran bahan bakar fosil dan penggundulan hutan.
Dampaknya akan sangat dirasakan oleh manusia dan lingkungan hidup. Diantaranya dampak-dampak tersebut adalah tidak stabilnya iklim, meningkatnya permukaan air laut, gangguan ekologis, rusaknya infrastruktur, dan lain-lain.
Masing-masing dampak tersebut pun masih akan mendatangkan berbagai dampak susulan lainnya baik dalam bidang ekonomi, ekologi, kesehatan, hingga sosial dan politik.
Apa dampak dari climate change?
Apa Penyebab Perubahan Iklim?
Perubahan iklim disebabkan secara langsung maupun tidak langsung oleh aktivitas manusia yang mengubah komposisi atmosfer global.
Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) juga mengatakan, sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global yang terjadi semenjak pertengahan abad ke-20 disebabkan oleh peningkatan emisi gas rumah kaca yang diproduksi oleh manusia.
Berikut beberapa contoh kegiatan (aktivitas) manusia yang menyebabkan perubahan iklim:
a. Penebangan dan Pembakaran Hutan
Penebangan dan pembakaran hutan menghasilkan gas-gas rumah kaca yang dapat meningkatkan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer. Sedangkan pohon sangat berguna untuk mengubah gas karbon dioksida (CO2) menjadi oksigen (O2) bagi kehidupan manusia. Kita bisa menjadi konsumen yang lebih bijak dengan tidak mendukung perusahaan-perusahaan yang melakukan penebangan dan pembakaran hutan untuk bisnis.
b. Penggunaan Bahan Bakar Fosil
Penggunaan bahan bakar fosil seperti batu bara, minyak bumi, dan gas yang terlalu berlebihan menghasilkan kualitas udara yang buruk dan meningkatkan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer yang berasal dari emisi gas karbon dioksida (CO2). Kita bisa menjadi lebih bijak dalam penggunaan listrik atau kendaraan misalnya, banyak sekali hal yang dapat kita lakukan dan implementasikan sehari-hari agar penggunaan bahan bakar fosil dapat ditekan.
c. Pencemaran Laut
Lautan dapat menyerap gas karbon dioksida (CO2) dalam jumlah yang besar, tetapi akibat pencemaran laut oleh limbah industri dan sampah, menyebabkan laut tidak dapat menyerap gas karbon dioksida (CO2).
Sudah saatnya kita lebih bijak mengkonsumsi dan mencegah adanya sampah-sampah sekali pakai yang berpotensi sulit terurai dan bertumpuk. Sampah-sampah yang ada di laut itu bukan hanya perkara membuang sampah sembarangan, tapi itu adalah sampah-sampah kita yang kita buang ke tempat sampah, lalu kemudian terbawa arus angin, arus air dan berakhir di laut. Kita harus lebih bijak lagi dalam mengurangi sampah dan memilah serta mengolahnya untuk menghindari ini.
d. Industri Pertanian, Perkebunan, dan Peternakan
Industri pertanian, perkebunan, dan peternakan yang menggunakan pupuk buatan secara berlebihan dapat melepaskan gas Metana (CH4) dan Nitrogen Oksida (N2O) ke atmosfer yang juga merupakan gas rumah kaca.
Berdasarkan laporan IPCC pada tahun 2007 dikatakan, konsentrasi gas-gas penyebab efek rumah kaca, seperti Karbon Dioksida (CO2), Metana (CH4) dan Nitrogen Oksida (N2O) mengalami peningkatan semenjak revolusi industri yang terjadi di tahun 1750 hingga 1800. Dan gas CO2 yang sudah ada di atmosfer dan laut akan tetap tinggal selama ribuan tahun.
Lalu, apa yang akan terjadi jika kita masih melakukan aktivitas yang berpotensi menghasilkan emisi gas CO2? Tentu gas ini akan terakumulasi semakin banyak dan mendorong terjadinya perubahan iklim.
e. Sampah yang menumpuk dan tidak terpilah di Tempat Pemrosesan Akhir
Iya betul! Membuang sampah pada tempatnya saja sudah tidak cukup. Sampah yang dibuang di tempat sampah dengan bercampur akan menghasilkan gas metana yang juga akan menghasilkan efek rumah kaca. Belum lagi sampah-sampah yang kita buang meski awalnya terletak di tempat sampah kita, bisa terbang kena angin dan berakhir di lautan, di sungai, bahkan di tempat-tempat yang tidak terduga. Itulah mengapa membuang sampah hanya memindahkan masalah ke tempat lain. Bisa sampai ke seluruh bumi masalahnya.
Apa Dampak Perubahan Iklim?
Berikut beberapa dampak dari perubahan iklim yang bisa lihat atau kita sudah rasakan:
1. Kerusakan Ekosistem Laut
Semakin tinggi kadar CO2 di dalam laut, akan menyebabkan kondisi laut menjadi semakin asam. Dan merusak ekosistem laut, terutama terumbu karang.
Padahal terumbu karang merupakan elemen penting bagi ekosistem laut. Terumbu karang berperan sebagai shelter atau sarang ikan-ikan kecil dan plankton yang dibutuhkan dalam rantai makanan. Sehingga terumbu karang yang rusak akan mengganggu rantai makanan yang ada di ekosistem laut.
2. Masalah Kebutuhan Pangan
Emisi gas Metana (CH4) dan Nitrogen Oksida (N2O) yang dihasilkan oleh industri pertanian, perkebunan, dan peternakan dapat menyebabkan kekeringan dan banjir. Jika bencana ini terjadi, maka kita akan kesulitan untuk menghasilkan produk pertanian dan perkebunan.
3. Cuaca Ekstrim dan Bencana Alam
Akibat perubahan iklim yang terjadi sangat lama, akan menimbulkan cuaca ekstrim dan bencana alam, seperti banjir, dan kekeringan. Iya, banjir yang terjadi di Indonsia adalah salah satu bentuk dari ketidakseimbangan alam atau perubahan iklim.
4. Mengganggu Kesehatan dan Penyebaran Penyakit
Saat terjadi kenaikan suhu bumi menyebabkan bergesernya wilayah tropis semakin luas. Pergeseran wilayah tropis ini menyebabkan berbagai penyakit menular, misalnya penyakit malaria yang terjadi di Inggris dikarenakan perubahan iklim.
5. Es Di Kutub Berkurang
Naiknya suhu bumi membuat bumi semakin memanas. Hal ini dapat akan membuat berkurangnya es di kutub karena mencair. UNDP PBB menyebutkan bahwa lapisan es di laut Artik telah berkurang sejak tahun 1979, dengan kecepatan 1.07 juta km2 setiap dekade.
Jika es di kutub mencair, maka akan menyebabkan kenaikan permukaan air laut dan mengganggu ekosistem di daerah kutub.
6. Badai Akan Lebih Kuat dan Lebih Intens
Intensitas, frekuensi dan durasi badai di Atlantik Utara terus meningkat semnjak tahun 1980. Hal ini disebabkan meningkatnya tinggi curah hujan seiring iklim panas yang juga terus meningkat.
Nah itulah beberapa hal yang perlu kalian ketahui tentang perubahan iklim, ternyata perubahan iklim juga berasal dari kesalahan kita sebagai manusia ya? Untuk mencegah terjadinya perubahan iklim, kita harus ikut serta berkontribusi. Ada banyak hal yang bisa kalian lakukan.
Apa yang dimaksud dengan EBT atau Energi Baru Terbarukan?
Indonesia memiliki Potensi Energi Baru Terbarukan (EBT) yang cukup besar diantaranya, mini/micro hydro sebesar 450 MW, Biomass 50 GW, energi surya 4,80 kWh/m2/hari, energi angin 3-6 m/det dan energi nuklir 3 GW.
Data potensi EBT terbaru disampaikan Direktur Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi dalam acara Focus Group Discussion tentang Supply-Demand Energi Baru Terbarukan yang belum lama ini diselenggarakan Pusdatin ESDM.
Saat ini pengembangan EBT mengacu kepada Perpres No. 5 tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional. Dalam Perpres disebutkan kontribusi EBT dalam bauran energi primer nasional pada tahun 2025 adalah sebesar 17% dengan komposisi Bahan Bakar Nabati sebesar 5%, Panas Bumi 5%, Biomasa, Nuklir, Air, Surya, dan Angin 5%, serta batubara yang dicairkan sebesar 2%.
Untuk itu langkah-langkah yang akan diambil Pemerintah adalah menambah kapasitas terpasang Pembangkit Listrik Mikro Hidro menjadi 2,846 MW pada tahun 2025, kapasitas terpasang Biomasa 180 MW pada tahun 2020, kapasitas terpasang angin (PLT Bayu) sebesar 0,97 GW pada tahun 2025, surya 0,87 GW pada tahun 2024, dan nuklir 4,2 GW pada tahun 2024. Total investasi yang diserap pengembangan EBT sampai tahun 2025 diproyeksikan sebesar 13,197 juta USD.
Upaya yang dilakukan untuk mengembangkan biomasa adalah mendorong pemanfaatan limbah industri pertanian dan kehutanan sebagai sumber energi secara terintegrasi dengan industrinya, mengintegrasikan pengembangan biomassa dengan kegiatan ekonomi masyarakat, mendorong pabrikasi teknologi konversi energi biomassa dan usaha penunjang, dan meningkatkan penelitian dan pengembangan pemanfaatan limbah termasuk sampah kota untuk energi.
Upaya untuk mengembangkan energi angin mencakup pengembangan energi angin untuk listrik dan non listrik (pemompaan air untuk irigasi dan air bersih), pengembangkan teknologi energi angin yang sederhana untuk skala kecil (10 kW) dan skala menengah (50 - 100 kW) dan mendorong pabrikan memproduksi SKEA skala kecil dan menengah secara massal.
Pengembangan energi surya mencakup pemanfaatan PLTS di perdesaan dan perkotaan, mendorong komersialisasi PLTS dengan memaksimalkan keterlibatan swasta, mengembangkan industri PLTS dalam negeri, dan mendorong terciptanya sistem dan pola pendanaan yang efisien dengan melibatkan dunia perbankan.
Untuk mengembangkan energi nuklir, langkah-langkah yang dambil pemerintah adalah melakukan sosialisasi untuk mendapatkan dukungan masyarakat dan melakukan kerjasama dengan berbagai negara untuk meningkatkan penguasaan teknologi.
Sedang langkah-langkah yang dilakukan untuk pengebangan mikrohidro adalah dengan mengintegrasikan program pengembangan PLTMH dengan kegiatan ekonomi masyarakat, memaksimalkan potensi saluran irigasi untuk PLTMH, mendorong industri mikrohidro dalam negeri, dan mengembangkan berbagai pola kemitraan dan pendanaan yang efektif.
Untuk mendukung upaya dan program pengebangan EBT, pemerintah sudah menerbitkan serangkaian kebijakan dan regulasi yang mencakup Peraturan Presiden No. 5/2006 tentang Kebijakan Energi Nasional, Undang-Undang No. 30/2007 tentang Energi, Undang-undang No. 15/1985 tentang Ketenagalistrikan, PP No. 10/1989 sebagaimana yang telah diubah dengan PP No. 03/2005 Tentang Perubahan Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1989 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik dan PP No. 26/2006 tentang Penyediaan & Pemanfaatan Tenaga Listrik, Permen ESDM No. 002/2006 tentang Pengusahaan Pembangkit Listrik Tenaga Energi Terbarukan Skala Menengah, dan Kepmen ESDM No.1122K/30/MEM/2002 tentang Pembangkit Skala Kecil tersebar. Saat ini sedang disusun RPP Energi Baru Terbarukan yang berisi pengaturan kewajiban penyediaan dan pemanfaatan energi baru dan energi terbarukan dan pemberian kemudahan serta insentif.
Apa saja energi baru terbarukan?
Jenis-jenis Energi Terbarukan
Energi air.
2. Energi Angin.
3. Energi Surya.
4. Energi panas bumi.
Bio energi.
6. Energi ombak laut.
7. Energi pasang surut air laut.
8. Energi arus laut.
Emisi karbon adalah gas yang dikeluarkan dari hasil pembakaran senyawa yang mengandung karbon, seperti CO2, solar, LPJ, dan bahan bakar lainnya
sumber:
dlh.bulelengkab.go.id
dlh.luwuutarakab.go.id
Alamendah.org
zerowaste.id
esdm.go.id