Campusnesia.co.id – Sudah menjadi hukum alam sebuah bisnis
pasti mengalami siklus, lahir, tumbuh, besar hingga puncak dan akhirnya decline
(kurva menurun). Ada kalanya mengalami masa sunrise dan sunset, contoh paling
sederhana adalah bisnis wartel dan warnet dulu adalah bisnis yang menjanjikan
namun ketika semua orang sudah punya ponsel dan akses internet
semakin murah serta mudah kedua bisnis tersebut kini telah sampai pada masa
sunsetnya.
Bagaimana dengan bisnis konter pulsa? Apakah masih
menjanjikan?
Saya coba mengamati naik dan turunya bisnis ini. Tahun 2000-2010
an tidak semua orang mampu berbisnis jenis ini karena butuh modal yang besar
untuk membeli kartu perdana serta deposit pulsa. Bisa dibilang masa keemasannya
karena semakin banyak orang yang memiliki handphone, kala itu HP masih sebatas sebagai alat sms dan telpon.
Selepas tahun 2010 an mulai muncul bisnis MLM berselimut
bisnis pulsa, walau tujuan utama pelaku bisnis ini adalah mencari untung dengan
bonus member baru khas bisnis MLM, tetapi efeknya terbuka kesempatan hampir
semua orang bisa jualan pulsa dengan modal HP masing-masing.
Berselang hanya beberapa tahun berikutnya, tren HP Blackberry
dengan BBM Messengernya dan HP Android yang bermunculan mendorong pola konsumsi
baru yaitu kebutuhan akan paket data intenet. Orang kini lebih sering
menggunakan internet baik untuk berkirim pesan singkat BBM maupun sosial media,
Facebook dan Twitter.
Tak butuh waktu lama, tren pesan instan Whatsapp dan
populernya sosial media Instagram serta Youtube semakin menambah kebutuhan akan
paket data. Ditambah munculnya berbagi brand HP Android yang semakin terjangkau
harganya. Perubahan prilaku pengguna telekomunikasi pun ikut berubah, konsumsi
data semakin dibutuhkan, Wifi bukan barang mahal dan gratis hampir di semua
tempat, rumah, kos, warung hingga cafe. Telpon dan sms telah digantikan dengan
Line, Whatsapp, DM, Telegram dll.
Kembali ke judul dengan perubahan yang saya uraikan di atas
juga berdampak pada bisnis konter pulsa, kemudahan dalam membeli pulsa dari
transfer bank, minimarket, aplikasi ojek online dan tokoi online turut serta
mengurangi pangsa pasar konter pulsa konvensional.
Paket data dengan kartu juga turut serta menjadi penyebab
pergeseran prilaku konsumen dari yang awalnya harus isi ulang pulsa dulu baru
beli paket data mandiri atau pulsa paket data, kini cukup beli kartu data
sekali pakai dengan harga yang semakin murah.
Konter pulsa konvensional mulai berguguran atau minimal
berkurang ceruk pasarnya, sementara mulai muncul konter-konter khusus paket
data hingga puncak fenomenanya mungkin 2018-2019 gampang sekali ditemui antrian
di konter paket data sekali pakai, hingga muncul aturan baru setiap kartu harus
diregistrasi dengan KTP dan KK.
Secara umum jika saya ditanya apakah bisnis konter pulsa
masih menjanjikan? Ada 2 jawaban. Semua kisah di atas menggunakan parameter
pengamatan situasi di kota besar, dalam hal ini saya berada di Tembalang
Semarang yang notabene adalah daerah dengan pendatang baru mahasiswa paling
banyak di jawa tengah. Untuk situasi ini saya bilang untuk modal kecil akan
berat bersaing dengan konter modal besar, masih bisa dijalani tapi hasilnya
mungkin tidak terlalu besar jika dibanding operasional costnya, belum lagi jika
harus sewa tempat dan menggaji karyawan.
Jawaban kedua, masih menjanjikan jika dijalankan di desa.
Ini yang akan saya coba bagi ke pembaca, pengalaman saya membuka konter pulsa
di kampung halaman selama 14 hari terkahir.
Karena pandemi, bisnis utama saya berupa percetakan
merchandise ikut terdampak karena segmentasi customer terbesarnya adalah
pelajar, mahasiwa dan event. Sambil mencoba tetap bertahan dan menunggu kondisi
normal seprti sedia kala, saya mencoba peruntungan dengan membuka konter pulsa
di desa.
Modal yang saya keluarga sekitar 4 juta rupiah, 500 ribu
untuk deposit pulsa, 1,5 juta untuk etalase, 1 juta untuk belanja kartu paket
data, aksesoris handphone dan alat tulis, sisanya untuk mencetak sapnduk dll.
Bisnis ini jangan harap bisa mendapatkan margin yang besar,
untuk setiap transaksi pulsa biasa hanya untung 1000-1500 rupiah, token PLN
2000-3000 rupiah dan paket data 2500-5500 rupiah, iya untuk paket data memang
lumayan asal kita bisa belanja dari supllier yang terjangkau dan bukan tangan
kesekian. Perhitungannya pun sederhana misal ingin mendapatkan keuntungan
100.000 per hari cukup dengan 100 transaksi pulsa biasa.
Tapi semua butuh proses, saya coba jalani 14 hari terakhir
baru dapat omset 500 ribuan dan untung 90 ribuan, nominal yang bisa saya dapat
dalam sekali transaksi di percetakan merchandise. Namanya juga di desa, secara
daya beli dan spending money pasti berbeda dengan orang-orang kota, tiap bisnis
punya keunikan masing-masing.
Balik ke pertanyaan awal, apakah bisnis pulsa masih
menjanjikan? Melihat situasi pendemi sekarang ini, sistem pembelajaran yang
digeser ke Online, serta kemampuan ekonomi masyarakat yang hampir taip rumah
memiliki HP android dan listrik pulsa, jawaban saya jika dijalankan di desa
masih potensial. Ya minimal daripada nganggur karena terdampak pendemi,
setidaknya jualan pulsa di desa jadi bagian dari ikhtiar tidak serta merta
berpangku tangan dan berharap belas kasihan dari pemerintah.
Dalam sebuah Webinar tips menghadapi pandemi, seorang
peserta bertanya sikap atau mental apa yang diperlukan dalam menghadapi pandemi
ini? Sang pembicara menjawab “Agility” kelincahan dalam berfikir dan bertindak
beradaptasi dengan keadaan dan pandai menlihat peluang.
Semua bermanfaat, sampai jumpa. Jangan lupa jaga kesehatan,
olahraga, cukupkan asupan gizi, cuci tangan, jaga jarak dan kenakan masker dengan benar saat di luar rumah.
Penulis
Nandar