Campusnesia.co.id -- Sebulan lebih kebakaran hutan menjadi topik pembicaraan. Saudara-saudara kita di Kalimantan dan Sumatera terdampak asap pekat hingga aktifitas dan kesehatannya terganggu.
Bila kita bincangkan sebabnya, setidaknya ada 3, (1) iklim dan musim kemarau yang panjang, (2) faktor lahan gambut dan (3) ulah manusia yang sengaja membuka lahan untuk ladang dengan cara instan yaitu dibakar baik oleh individu maupun korporasi perkebunan.
Kebakaran hutan di indonesia bukan tahun ini saja, hampir setiap tahun terjadi, setidaknya masih segar diingatan kita tahun 2015 lalu. Tahun ini Korban berjatuhan dari yang sekedar aktifitasnya terganggu, sesak nafas hingga korban jiwa. Negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura pun turut merasakan dan protes keras kepada pemerintah Indonesia. Jadi, masalah ini memang bukan hal sepele.
Bahkan tercatat pada tahun 1997 juga pernah terjadi kebakaran hutan terparah dalam sejarah Indonesia dengan waktu hampir 7 bulan di Riau dan Kalimantan.
Lebaran dan Kebakaran Hutan
Ada dua persamaan dari keduanya, lebaran adalah moment rutin tahunan yang bahkan dari setahun sebelumnya sudah diketahui akan datang oleh semua orang. Lebaran disambut dengan berbagai persiapan yang matang, dari jauh hari hingga hari H, seorang ibu menyiapkan menu lebaran, pemerintah persiapan jalur mudik, pengusaha menyiapkan THR dll. Karena setiap tahun datang, jauh-jauh hari sudah disiapkan dan diantisipasi agar semua berjalan lancar dan meminimalisir hal negatif terjadi.
Mengingat kebakaran hutan yang tidak terjadi tahun ini saja, mustinya semua pihak, masyarakat, pemerintah pusat dan daerah bisa "menyambutnya" layaknya lebaran.
Begitu musim hujan selesai dan datang kemarau, data titik api tahun sebelumnya dipantengin, dijaga kalau perlu dibuatkan pos ronda. Begitu muncul tanda-tanda api langusng dipadamkan.
Masyarakat diedukasi tentang cara mencegah dan menangani kebakaran, demikian juga korporasi terkait.
Tidak lupa, bagi yang terbukti melanggar aturan dan menyebabkan kebakaran harus dihukum setimpal tidak pandang bulu, terlebih yang melakukan pembakaran atas nama korporasi harus lebih berat dari individu agar jera.
Sebagai penutup, ada kutipan bijak yang relevan dengan peristiwa kebakaran hutan ini, " sesuatu yang terjadi lebih dari sekali pasti punya pola yang bisa dipelajari " jadi kalau tiap tahun penanganan dan responya sama saja atau lebih buruk bisa dipastikan yang bersangkutan tidak pernah belajar.
Semoga kebakaran dan bencana asap di berbagai daerah segera teratasi agar saudara-saudara kita bisa menghirup udara segara kembali sebagaimana yang kita rasakan tiap bangun pagi.
Apa yang bisa lakukan? Memberi masukan, jadi relawan, kirim donasi dan bantuan, atau paling minimal mari kita doakan.
Sekian,