Setidaknya hari pencoblosan telah usai, hasil Quick Count beberapa lembaga survei telah beredar sedikit banyak kita sudah bisa mendapat gambaran tentang hasil Pemilu Legislatif dan Pilpres 2019. Hasil final tetap menunggu Real Count dari KPU.
Ada hal penting yang ingin saya soroti, yaitu runcingnya polarisasi politik selama masa kampanye Pemilu dan Pilpres. Serasa De Ja Vu, pilpres 2014 terulang kembali hanya ada 2 pasang calon yang berkontestasi.
Efek yang tidak bisa dihindarkan adalah terbelahnya masyarakat dalam 2 kubu, pendukung 01 adan 02. Dari fakta di lapangan, dari percakapan di sosial media dan berita yang lalu lalang, terkotak-kotaknya masyarakat itu nyata adanya. Mulai dari sekedar debat panas, caki maki hingga adu fisik. Ini sudah sampai tahap yang memprihatinkan.
Saya, yang hanya rakyat jelata dan butiran debu ini merasa khawatir dengan apa yang terjadi ini. Sepanjang 2014 hingga 2019 ini bekas kubu-kubuan pilpres tak kunjung sirna justru semakin meruncing, untuk masa depan indonesia, ini bukan hal yang baik.
Saya rindu suasana berbangsa dan bernegara sebelum 2014, tidak ada istilah cebong dan kampret, tidak ada caci maki hanya karena beda pilihan presiden dan suasana itu harus diupayakan agar kembali menghiasi hari-hari kita di masa datang.
Adapun, sekelumit gagasan atau ide yang bisa saya berikan dalam usaha kembali menghadirkan kerukunan pasca sengitnya pembelahan selama pilpres adalah sebagai berikut.
1. Hari pencoblosan telah usai, mari hargai proses hingga KPU selaku lembaga resmi penyelenggara Pemilu dan Pilpres mengumumkan hasilnya.
2. Apapun hasilnya mari hargai itu, jika tidak puas karena merasa memiliki bukti hasil yang berbeda menggunakan jalur mekanisme hukum yang berlaku adalah pilihan paling bijak.
3. Untuk para elit politik, kurangi pernyataan-pernyataan provokatif yang bisa menimbulkan kegaduhan di tataran masyarakat bawah. Fakta bahwa politik itu cair di level elit adalah rahasia umum, tapi tidak di tataran akar rumput, jadi bijaklah dalam mengucapkan kalimat.
4. Untuk saudara-saudaraku yang calonnya belum menang harus siap dengan kenyataan dan konskuensi, bangsa ini harus tetap berjalan pasca pilpres, emosi dan mengutuk setiap hari bukan solusi. Cara terbaik menjadi warga negara adalah menjalankan peran sebaik mungkin, jika pemerintahan 5 tahun kelak baik maka wajib diapresiasi dan jika melenceng memberikan kritik yang konstruktif adalah cara paling tepat.
6. Bagi saudara-saudaraku yang calonnya menangpun tugas belum berakhir, cara paling dewasa melanjutkan dukungan adalah dengan mengawasi dan mengkontrol jalannya roda pemerintahan. Jika melenceng harus diluruskan bukan dicari apalogi dan pembenarannya.
7. Untuk calon yang menang, siapapun anak bangsa yang mendapat amanah memimpin negeri ini anda adalah presiden seluruh rakyat indonesia bukan hanya presiden bagi pendukung anda, cara terbaik mengelola amanah itu adalah dengan menjadi pemimpin yang adil, jujur, dan mengupayakan kesejahteraan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat indonesia.
8. Akhirnya, ketika sebuah perbedaan meruncing tak menemukan titik persamaan menurut saya wajib dicari kepentingan yang jauh lebih besar dari sekedar ego pribadi dan golongan, apa itu? Keberlangsungan Indonesia sebagai bangsa dan negara di masa depan, hal ini tidak akan terwujud tanpa adanya Persatuan.
Saya yakin para founding father bukan tanpa tujuan merumuskan Pancasila khususnya sila ke Tiga yaitu Persatuan Indonesia.
Cukup! yang kemarin beda pilihan itu adalah keluarga kita, tetangga kita, teman nongkrong dan rekan kerja kita. Harga kerukunan terlalu mahal jika sampai rusak hanya gara-gara pilpres.
Sebagai penutup, saya mengajak seluruh masyarakat indonsia untuk kembali rukun dan bersatu demi indonesia di masa depan yang lebih baik.
Opini ini ditulis oleh Achmad Munandar
Founder Campusnesia
Gambar Ilustrasi Karya Heri Pras
Sumber TribunJabar.id
Opini ini ditulis oleh Achmad Munandar
Founder Campusnesia
Gambar Ilustrasi Karya Heri Pras
Sumber TribunJabar.id