Campusnesia.co.id -- Dari sekian banyak darama korea yang penulis pernah tonton ada dua drakor yang dibintangi Park Shin Hye, yaitu The Heirs dan Doctor Crush yang menggambarkan perjuangannya sebagai anak dari keluarga tidak mampu dan mengejar mimpi menjadi orang sukses lewat pendidikan. Banyak adegan yang pilu dan haru, apa korelasi drakor dengan buku yang akan kita review? keduanya punya benang merah, berkisah perjuangan orang tidak mampu yang ingin mengubah masa depannya agar lebih baik lewat pendidikan.
Bagi sebagian orang, bisa kuliah adalah sesuatu yang sangat biasa. Sekedar bisa lulus SMA kemudian tinggal daftar ke perguruan tinggi. Tapi bagi sebagian anak bangsa lainnya, bisa kuliah ibarat sebuah mimpi, Bahkan hanya bermimpi saja tak sanggup karena beberapa dari mereka untuk lulus SMA saja sudah berat dari sisi finansial. apalagi di era sebelum ada beasiswa Bidik Misi dari Dikti. Padahal tidak sedikit dari mereka yang terbatas dari sisi finansial itu adalah generasi berlian yang nyaris terpendam dalam pasir ketidakmampuan finansial.
Sebagain besar kata dalam kalimat pembuka di atas saya tulis dengan inspirasi dari kata pengantar buku yang akan saya review kali ini. Buku itu berjudul Toga di Tepi Jendela, terbitan Dompet Dhuafa tahun 2012. Dengan tebal 307 halaman saya jamin kamu tidak akan menyesal untuk membeli dan membaca setia kisah di dalamnya. Sebelum kita bahas, pesan penulis siapkan tisu.
1. Isi Buku
Jika sebelumnya sobat campusnesia sudah membaca review buku Menembus Keterbatasan, buku Toga di Tepi Jendela ini bisa dibilang serupa. berisi kisah 50 mahasiswa dan mahasiswi dari seluruh Indonesia yang tergabung dalam penerima manfaat beastudi etos dompet dhuafa dan bercerita tentang perjuangan mereka hingga akhirnya bisa masuk di perguruan tinggi impian mereka.
dari sisi penyajian dan kisah di dalamnya, menururt penulis - buku yang lebih dulu terbit dibanding buku menembus keterbatasan - ini lebih bagus. Perjuangan dari setiap kisahnya begitu terasa, di beberapa kisah bahkan sanggup membuat penulis menitikan air mata dan istirahat sesaat hingga emosi kembali stabil untuk mampu melanjutkan membaca.
Keterbatasan dalam hal finansial, dinamika sosial di dalam keluarga dan masyarakatpun tergambarkan dengan gamblang. Membuat seakan pembaca berada di situasi para penulis kisah ini.
2. Penulis
Ada 50 penulis di dalam buku ini sebagaimana saya sebutkan di bagian pertama, yang membuat buku semakin emosional ada 7 penulis yang saya kenal dan dari buku ini saya baru tahu beberapa kisah yang tidak terungkap selama bersama mereka.
Sedangkan 43 penulis lain berasal dari berbagai daerah dan kampus ternama di Indonesia sebut saja UI, UGM, ITB, IPB dll yang tidak kalah hebat perjuangannya.
3. Kesimpulan
Saat pertama buku ini terbit tahun 2012 sebenarnya saya sudah pernah memiliki dan membaca sebagian isinya, namun karena tak sanggup akhirnya saya putuskan berhenti membacanya. Hingga agustus lalu saat diminta menjadi moderator acara Temu Etos Nasional saya memdapatkanya lagi sebagai hadiah.
Hal menarik lain dari ini ketika saya baca enam tahun setelahnya (2018) adalah, saya tahu jadi apa saat ini para penulis buku Toga di Tepi Jendela. Mereka berhasil meraih Toga yang dulu masih ada di tepi jendela (lulus dan gelar sarjana) serta misi mereka untuk memutus rantai kemiskinan minimal di kelaurga masing-masing sepengetahuan saya juga telah complete sebagai sebuah mission.
Buku ini sangat saya rekomendasikan untuk sobat campusnesia yang pelajar, yang mungkin sebagain dari sobat hari ini di posisi yang sama, bahwa ada orang-orang yang hari ini sudah sukses, 6 tahun lalu menceritakan perjuangan mereka untuk meraih mimpi agar bisa kuliah dan memutus rantai kemiskinan.
Bagi sobat yang mahasiswa atau sudah luluspun buku ini sangat saya rekomendasikan, minimal jika hari ini kita merasa dalam kondisi yang sudah jauh lebih baik dibanding beberapa tahun yang lalu maka selayaknya kita bersyukur. Mungkin ada bagian dalam hidup kita yang kita ratapi tapi, ternyata bisa jadi juga belum ada apa-apanya dibanding perjuangan yang ditulis dalam buku ini.
Semoga bermanfaat dan barangkali ada pembaca campusnesia yang punya kisah perjuangan serupa, bisa dishare di kolom komentar. Sampai jumpa.
penulis: Nandar
editor: Mumun
foto: Ika Shintya