Campusnesia.co.id - Makin ke sini, kualitas film korea selatan memang semakin meningkat dengan segala kearifan lokal mereka. Baru-baru ini saya menonton film korea dengan genre drama politik yang sangat menarik berjudul The Man Standing Next. Diangkat dari sebuah peristiwa nyata Pembunuhan Presiden Park Chung-hee Pada 26 Oktober 1979 oleh Kim Jae-kyu, Direktur kCIA (Badan Intelijen Korea Selatan).
Film ini rilis 22 januari 2020 di korea dan 26 Februari 2020 di Indonesia, disutradarai oleh Woo Min-ho, diangkat dari novel sejaran berjudul Namsanui Bujangdeul karya Kim Choong-sik, skenario film ini ditulis oleh Woo Min-ho dan Lee Ji-min.
Trailer The Man Standing Next
Dijajaran pemain nama-nama besar iku ambil bagian, diantaranya Lee Byung-Hun sebagai Kim Kyu-Pyeong (ketua badan intelijen korea), Lee Sung-Min sebagai Presiden Park Chung-hee, Kwak Do-Won sebagai Park Yong-Kak (mantan ketua badan intelijen korea dalam pelarian ke amerika), Lee Hee-Joon sebagai Kwak Sang-Cheon (ketua paspampres) dan Kim So-Jin sebagai Debra Shim.
The Man Standing Next berdurasi 114 menit berhasil merajai box office korea. diproduksi sejak 20 oktober 2018 hingga 28 februari 2019.
Review
Pada 26 Oktober 1979 terjadi sebuah tragedi dalam sejarah korea selatan, Presiden Park Chung-hee yang sudah berkuasa selama 18 tahun mati ditembak dalam sebuah acara makan malam yang juga dihadiri oleh ketua paspampres dan pejabat lain.
Film The Man Standing Next menceritaka 40 hari sebelum peristiwa tersebut terjadi. Dimulai dari pelarian mantan ketua badan intelijen korea (KCIA) Park Yong-Kak yang bersaksi di amerika serikat bahwa presiden park sudah tidak layak memimpin da cenderung otoriter.
Kim Kyu Pyeong diperankan oleh Lee Byung Hun yang menjabat ketua badan intelijen saat itu, mengusulkan agar masalah ini diselaikan dengan baik-baik, ia datang ke amerika untuk membujuk Park Yong Kak agar menyerahkan naskah memoir yang akan diterbitkan sebagai buku dan di koran serta meyarankan ia meminta maaf pada presiden agar diampuni dan bisa kembali ke korea.
Satu sisi, situasi dalam negeri mulai tidak kondusif, intrik politik dan masyarakat mengadakan demontrasi di beberapa wilayah. Kwak Sang Cheon ketua paspampres dengan sekutunya di militer setuju bahwa masalah harus diselaikan dengan pendekatan militer, bahkan pengerahan tank di jalanan untuk membubarka masa, namun ditentang oleh Kim Kyu Pyeong.
Scene ala intelijen saling sadap diperlihatkan sangat epik, walau secara aksi tidak seinten franchise jason bourne tetapi bagi penyuka film bergenre drama inteligen dan politik pasti penasaran dengan alur yang disajikan walau kita sudah tahu endingnya karena ini film diangkat dari sejarah.
Secara keseluruhan film ini menurut saya mengambil sudut pandang dari Kim Kyu Pyeong, ia merasa sang presiden yang selama ini didukung dan diperjuangkan sejak masa revolusi telah melenceng dari tujuan awal revolusi. Tidak lagi mementingkan rakyat, cenderung diktator, dan enggan mundur.
Ia yang jengah dengan perilaku presiden dengan segala kebijakannya, akhirnya memilih agar terjadi sukses di korea selatan, cara yang diambil sangat ekstrim yaitu dengan menembak sang presiden dan beberapa pengikutnya termasuk ketua paspampres yang dalam film digambarkan sangat militeristik dan diktator.
Tergambar jelas juga, karakter presiden yang memang tidak konsisten, setidaknya ditampilkan dalam film sebanyak 2 kali, bagaiman ia memberi angin segar ke ketua intelijen sebelumnya agar melakukan "tindakan yang diperlukan" untuk mengatasi sebuah masalah, ia berjanji akan mendukung tindakan itu, namun ketika efek negatif secara politik terjadi presiden dengan mudah menyingkirkan ketua intelijen tersebut, terjadi 2 kali.
Kim Kyu Pyeong dihukum mati yang ditetapkan dalam pengadilan militer, 47 hari setelah pembunuhan presiden militer kembali melakukan kudeta untuk mengambil alih kendali pemerintahan. Diakhir film kita akan ditunjukan rekaman sejarah peristiwa ini, Versi militer, motif pembunuhan presiden yang dilakukan Kim Kyu Pyeong adalah karena kecemburuannya karena presiden lebih memilih ketua paspampres dan ambisinya untuk jadi presiden, namun kalau kita flashback sepanjang film justru jalan cerita menampilkan sebaliknya. Menarik sih ini, melalui film si pembuat bisa menuangkan prespektif dan bisa jadi mengungkap kebenaran sebuah sejarah.
"aku ingin menyatakan tujuan revolusiku tanggal 26 oktober, semata-mata untuk memulihkan demokrasi liberal. serta menghentikan negara ini dalam mengorbankan lebih banyak lagi warga negaranya. aku berevoluasi bukan karena menjadi presiden. aku sorang prajurit, oleh karena itu kedepannya aku membuat pernyataan terkahir ini bukan untuk mengemis supaya nyawaku diampuni. karena itu, mohon hakim ketua ikuti apa yang anda yakini. berikan padaku hukuman yang sepantasnya" pernyataan Kim Kyu Pyeong dalam sidang militer.
Film tentang pembunuhan presiden ini mengingatkan saya pada film serupa dari hollywood semacam Lincoln film biografi presiden amerika ke 16 tahun 2012 yang juga berakhir tragis dengan penembakan, serta film JFK sebuah film thriller hukum-konspirasi sejarah Amerika 1991 yang disutradarai oleh Oliver Stone. Film tersebut meneliti peristiwa-perisitwa yang membuat terjadinya pembunuhan Presiden John F. Kennedy dan kemudian menyoroti kesaksian mantan jaksa agung distrik New Orleans Jim Garrison.
Secara keseluruhan sangat rekomended untuk ditonton, apalagi bagi sobat yang suka film bergendre intelijen, drama dan politik. Indonesia sebenarnya tidak kalah banyak kisah-kisah untold story berbau intelijen dalam peralihan sejarah kita, lengsernya Presiden Soekarna, Lengsernya presiden Soeharto misalnya, andai bisa dibuat film sejarah seperti ini pasti akan sangat menarik, hanya saj sayang film-film dengan unsur politik masih sangat sensitif di indonesia. Selamat menonton.
penulis: Nandar
Baca Juga: