Campusnesia.co.id -- Senang sekali ada kesempatan seperti ini, Bismillah wal hamdulillah, waktu itu tahun 2007-an, awal saya mendedikasikan diri sebagai pendidik sering menerima curhatan ortu yang mengalami kesulitan mengarahkan anaknya belajar. Inilah yang kemudian menjadi jalan bagi saya untuk membuka tangan selebar-lebarnya menerima ortu yang mau menitipkan anaknya untuk saya bimbing belajar. Saat itu saya masih single dan tentu saja anak-anak ini belum banyak dipengaruhi oleh yang namanya gadget. Ilmu parenting pun masih asing sepertinya di masa itu.
Sampai kemudian saya merasakan sendiri bagaimana rasanya menjadi orang tua dari anak laki-laki usia 8 tahun yang ternyata tidaklah gampang juga mengarahkan dia belajar dengan duduk manis menghadap buku. Untungnya, kami sebagai ortu sudah memiliki kesadaran bahawa yang namanya belajar itu tidak terbatas dengan duduk manis di belakang meja.
Nah, sedihnya di luar sana masihlah banyak ortu (bahkan juga guru) BELUM SAMPAI PADA PENGERTIAN INI. Rasanya ingin mengedukasi saja dalam hal ini. Nyatanya sekarang zaman serba hightech, dan anak-anak itu cepat sekali belajarnya sedang ortunya pun gurunya tidaklah begitu. Akhirnya muncullah ketidakseimbangan dan ketidakharmonisan (masalah).
Alhamdulillah atas berkat rahmat Allah, anak saya termasuk yang fast learner walau tak pernah “belajar”. Disini banyak ortu yang iri dan bertanya-tanya kok bisa??? (sebenarnya saya sendiri juga menyimpan pertanyaan yang sama hhhe...) akhirnya saya coba jawabannya dengan menelesuri jejak-jejak (flashback) ke masa golden ages itu.
Sejak dari buaian (dalam rahim) saya sering membacakan dia buku, ensiklopedi, sampai macam-macam kamus, dan tentu saja Al Qur’an. Koran juga, lebih tepatnya pada artikel sains dan sastra. Ini juga yang membuat dia jarang (hampir-hampir tidak pernah) menyobek buku ataupun mencoret-coretnya (entah apa memang ADA HUBUNGANNYA atau kebetulan belaka). Sementara di luar sana banyak ortu yang curhat kalo anaknya dikasih buku ehhh malah dicoret-coret dan disobek-sobek.
Inilah yang kemudian membuat SAYA TERPANGGIL setiap kali melihat ibu hamil dan yang masih punya anak baduta (bawah dua tahun), untuk JANGAN MEMBIARKAN MASA IT BERLALU BEGITU SAJA tanpa do something great. Ajaklah anak mendongeng (meski masih dalam rahim) dari dongengan yang bersifat sederhana sampai ilmiah dan yang menumbuhkan keimanan. Pokoknya semua ranah, tidak harus yang ortu sudah kuasai saja. Karena sebagai ortu kita belum tahu juga ini anak dititipkan Allah kelebihan di bidang apa saja. Misalnya kok ortu tidak punya kemampuan cukup untuk membahas suatu ilmu itu, bisalah dengan membacakan buku (kalau membacakan buku, semua ortu pasti bisa kan...? tapi buku ya...bunda yahnda, BUKAN BACA DARI HP meskipun itu suatu tulisan yang sangat bagus (noted: jangan terlalu gampang mengenakan HP ke anak di usia dini). Nah, buku-buku bagus misalnya yang berupa ensiklopedi (yang murah 5rb-an ada kok, biasanya ada di pameran-pameran buku). Tidak ketinggalan pula ensiklopedi Al Qur’an dibacakan juga artinya. Bagus lagi dalam berbagai bahasa. Intinya, JANGAN MENUNGGU ANAK MASUK USIA SEKOLAH baru disinauni. Kelamaan, rugi, dan akan banyak menghadapi kendala. Justru di saat golden ages itu sewaktu anak belum punya mobilitas tinggi.
Untuk edukasi dan sosialisasi bab ini, bisa itu lewat blusukan ke arisan-arisan RT/RW, pengajian, kumpulan PKK/organisasi-organisasi apa saja (termasuk yang beranggotakan bapak-bapak juga lah dan anak-anak muda yang sudah cukup matang hhhe...) atau semacam konsep HOME MEETING. Juga blusukan ke sekolah-sekolah dengan sasaran bapak dan ibu gurunya, karena masih banyak pula bapak dan ibu guru yang BELUM SAMPAI PADA KESADARAN INI. Ironis sekali bukann???
Bagusnya lagi, kalo pemerintah ikut memback-up dalam urusan ini. Misalnya dengan mengunduh ASN (non ASN juga ok) yang sudah berkesadaran parenting, apakah itu dari kalangan guru atau pegawai di suatu intansi untuk dipersatukan dan digembleng (diklat) sebelum kemudian diterjunkan (blusukan) untuk mendiasporakan kesadaran ini secara serentak, kontinyu dan konsisten (ijinkan saya menyebutnya AKSI BELA GOLDEN AGES)
Jadi, orang-orang ini tetap digaji sebagai ASN tanpa mengurangi jam kerja mereka, hanya memindahakan tempat kerja yang semula terbatas di kantor/sekolah menjadi lebih luas tanpa sekat yaitu di masyarakat.
Penulis:
husniati Ningsih
Guru Bahasa Inggris
SMK N Karangdadap
Kab. Pekalongan
Jawa Tengah, Indonesia
Guru Bahasa Inggris
SMK N Karangdadap
Kab. Pekalongan
Jawa Tengah, Indonesia
-----
Artikel ini adalah kiriman peserta Lomba Menulis Gagasan 2018, yang diselenggarakan oleh Campusnesia dan Loetju.com dala rangka Hari Pahlawan, ayo kirimkan gagasanmu dan menangkan hadiahnya, info lebih lanjut klik Di Sini.